Jumat, 31 Desember 2010

‘’Geen Straf Zonder Schuld’’ dalam arti luas dan sempit

PEMBAHASAN

Pasal-pasal KUHP mengenai tindak-tindak pidana yang masuk golongan “kejahatan” termuat dalam Buku II KUHP selalu mengandung unsur “kesalahan” dari pihak pelaku tindak pidana, yaitu kesengajaan.
Lain halnya dengan tindak-tindak pidana yang masuk golongan “pelanggaran”, termuat dalam Buku III KUHP. Di situ tidak ada suatu penyebutan unsur “kesalahan”, baik kesengajaan maupun kealpaan.
Dari perumusan pasal-pasal Buku III KUHP tidak ditemukan unsur kesalahan. Kenyataan ini dulu menimbulkan suatu pendapat, yang dalam hal “pelanggaran” menganggap seorang dapat dihukum karena melakukan perbuatan belaka tanpa kesalahan (materiel feit, fait meterielle)
Pendapat ini sejak semula ditentang oleh banyak orang, yang berpendapat bahwa tidak mungkin seorang dihukum tanpa kesalahan sedikitpun. Pada tanggal 14 Februari 1916 ada suatu putusan dari Pengadilan Tertinggi di Belanda (Hoge Raad), yang secara tegas membenarkan pendapat yang kedua ini, yang menganut semboyan “tiada hukuman pidana tanpa kesalahan” Geen straf zonder schuld.

A. “GEEN STRAF ZONDER SCHULD” DALAM ARTI LUAS

Berdasarkan asas hukum tersebut, untuk dapat menjatuhkan pidana kepada seseorang, maka hakim wajib memiliki keyakinan bahwa terdakwa telah terbukti berbuat kesalahan, sebab “seseorang tidak dijatuhi pidana tanpa kesalahan”. Apakah yang dimaksud dengan “kesalahan” itu?
Dari pendapat beberapa hukum pidana, dapat dinyatakan bahwa batasan kesalahan adalah perbuatan yang mengandung unsur pencelaan terhadap seseorang yang telah melakukan tindak pidana.
Jadi orang yang bersalah melakukan sesuatu perbuatan, itu berarti bahwa perbuatan itu dapat dicelakan kepadanya. Pencelaan dalam hal ini bukanlah pencelaan berdasarkan kesusilaan, melainkan pencelaan berdasarkan hukum yang berlaku untuk adanya kesalahan.
Sudarto, dalam bukunya: Hukum Pidana I menjelaskan mengenai arti kesalahan, yaitu:

1. kesalahan dalam arti seluas – luasnya, yang dapat disamakan dengan pengertian pertanggungjawaban dalam hukum pidana ; didalamnya terkandung makna dapat dicelanya (verwijtbaarheid ) si pembuat atas perbuatannnya. Jadi, orang bersalah melakukan sesuatu tindak pidana berarti bahwa dapat dicela atas perbuatannya.

Dengan diterimanya pengertian kesalahan ( dalam arti luas ) sebagai dapat dicelanya si pembuat atas perbuatannya, maka pengertian kesalahan yang psychologis menjadi pengertian kesalahan yang normatif ( normativer schuldbegriff ).

a. Pengertian kesalahan psychologis.
Dalam arti ini kesalahan hanya dipandang sebagai hubungan psychologis (batin) antara pembuat dan perbuatannya. Hubungan batin tersebut bisa berupa kesengajaan dan pada kealpaan. Jadi dalam hal ini yang digambarkan adalah keadaan batin si pembuat, sedang yang menjadi ukurannya adalah sikap batin yang berupa kehendak terhadap perbuatan atau akibat perbuatan

b. Pengertian kesalahan yang normatif
Pandangan yang normatif tentang kesalahan ini menentukan kesalahan seseorang tidak hanya berdasar sikap batin atau hubungan batin antara pembuat dengan perbuatannya, tetapi juga ada unsur penilaian atau unsur normatif terhadap perbuatannya. Saat menyelidiki bathin orang yang melakukan perbuatan, bukan bagaimana sesungguhnya keadaan bathin orang itu yang menjadi ukuran, tetapi bagaimana penyelidik menilai keadaan batinnya, dengan menilik fakta – fakta yang ada.
Secara sederhana Kitab Undang-Undang Pidana (KUHP) Indonesia pada buku I bab II Pasal 44 menyatakan, “Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam tubuhnya, atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana”.
Kemampuan bertanggung jawab adalah suatu keadaan normalitas psikis dan kematangan atau kecerdasan yang membawa tiga kemampuan.
1) Mampu mengerti nilai dari akibat-akibat perbuatannya sendiri.
2) Mampu menyadari bahwa perbuatannya dilarang menurut pandangan masyarakat tidak diperbolehkan.
3) Mampu menentukan kehendak atas perbuatannya itu.

2. Kesalahan dalam arti bentuk kesalahan ( schuldvorm ) yang berupa :

a. Kesengajaan (dolus)
Dalam pergaulan hidup di masyarakat sehari-hari, sering seseorang melanggar peraturan yang mengakibatkan suatu kerusakan. Untuk menghindarkan dirinya dari celaan masyarakat, hampir selalu dikatakannya “tidak saya sengaja”. Dan biasanya, apabila kerusakan itu tidak begitu berarti, perbuatan yang tidak dengan sengaja itu dimaafkan oleh pihak yang menderita kerugian; tidak dikenakan hukuman apapun.
Kesengajaan harus mengenai ketiga unsur dari tindak pidana, yaitu satu, perbuatan yang dilarang. Kedua, akibat yang menjadi pokok alasan diadakan larangan itu, dan ketiga bahwa perbuatan itu melanggar hukum.
Hal yang dimaksud kesengajaan ada tiga macam. Yang pertama, kesengajaan yang bersifat suatu tujuan untuk mencapai sesuatu. Kedua, kesengajaan yang bukan mengandung suatu tujuan, melainkan disertai keinsafan, bahwa suatu akibat pasti akan terjadi. Ketiga, kesengajaan yang disertai keinsafan hanya ada kemungkinan, bahwa suatu akibat akan terjadi (atau kesengajaan secara keinsafan kemungkinan).6

b. Kealpaan (culpa)
Perbuatan yang berupa kealpaan (culpa) juga merupakan perbuatan yang memenuhi unsur kesalahan. Biasanya tindak pidana berunsur kesengajaan, tetapi ada kalanya juga diakibatkan karena dia alpa atau lalai terhadap kewajiban-kewajiban yang dalam hal tersebut yang oleh masyarakat dipandang seharusnya dijalankan olehnya.
Dalam hal ini celaan bukan disebabkan oleh kenapa melakukan perbuatan padahal mengerti (mengetahui) sifat jeleknya perbuatan seperti dalam hal kesengajaan, tapi disebabkan oleh kenapa tidak menjalankan kewajiban-kewajiban yang seharusnya dilakukan olehnya, sehingga karenanya masyarakat dirugikan.
Misalnya, orang yang mengendarai mobil sesuai dengan kewajiban–kewajiban yang diharuskan kepadanya, namun ada seorang anak yang tiba–tiba menyeberang jalan sehingga ditabrak oleh mobil dan meninggal dunia. Dalam hal ini ia tidak dapat dicela karena perbuatan yang menyebabkan anak itu mati sama sekali tidak disengaja olehnya ataupun terjadi karena kealpaannya.

B. “GEEN STRAF ZONDER SCHULD” DALAM ARTI SEMPIT

Dalam lingkup ini, dapat diartikan sama yakni tidak ada pidana tanpa kesalahan. Namun yang perlu digaris bawahi di sini yaitu, kita dapat mengartikan “kesalahan” dalam arti sempit, yaitu kesalahan yang berupa kealpaan (culpa) saja seperti yang disebutkan di atas. Akan lebih baik jika kita menggunakan istilah kealpaan saja untuk kesalahan dalam arti sempit. Jadi, di sini asas “Geen Straf Zonder Schuld” dalam arti sempit diartikan bahwa tidak ada pidana jika kesalahan tersebut berupa kealpaan.
Sering dikatakan bahwa kesengajaan adalah kesalahan yang besar, sedangkan kealpaan kesalahan yang kecil. Karenanya dalam KUH Pidana kita sistemnya ialah bahwa delik-delik dolus diancam dengan pidana yang jauh lebih besar daripada ancaman bagi yang culpa.
Contohnya pasal 338 mengenai pembunuhan (dolus) diancam 15 tahun, pasal 359 menyebabkan mati karena kealpaan diancam 5 tahun penjara atau kurungan 1 tahun, pasal 354 penganiyayaan berat diancam 8 tahun dan jika sampai mengakibatkan mati diancam penjara 10 tahun.
Memang, kita tidak begitu saja dapat mengatakan bahwa kesengajaan adalah bentuk kesalahan yang besar dan kealpaan dipandang sebagai bentuk kesalahan yang kecil. Jika dipandang dari perspektif orang yang melakukan perbuatan, mungkin memang demikian. Karena orang yang melakukan perbuatan dan mengerti bahwa itu dilarang, menunjukkan sikap batin yang lebih jahat daripada sikap batin orang yang karena alpa atau lalai tentang kewajiban–kewajiban, sehingga menimbulkan perbuatan pidana. Dengan kata lain terdakwa bukanlah penjahat melainkan hanya lalai, kurang berhati–hati. Jika dilihat dari segi masyarakat yang dirugikan karena perbuatan tadi, keduanya adalah sama beratnya, tidak ada yang besar dan tidak ada yang kecil.
Dari pengertian-pengertian yang telah diuraikan di atas, maka kesalahan terdiri atas beberapa unsur, yakni:
1. Adanya kemampuan bertanggung jawab pada si pembuat, artinya keadaan jiwa si pembuat harus normal
2. Hubungan batin antara si pembuat dengan perbuatannya yang berupa kesengajaan (dolus) atau kealpaan (culpa) yang disebut bentuk – bentuk kesalahan.
3. Tidak adanya alasan yang menghapus kesalahan atau tidak ada alasan pemaaf


PENUTUP

Secara umum “Geen straf zonder schuld” bermakna tidak ada hukuman tanpa kesalahan. Kesalahan yang bagaimana? Pertanyaan tersebut dapat terjawab dalam artinya secara luas dan sempit, sebagai berikut.
Dalam arti luas, (ditinjau dari arti kesalahan yang luas) asas “Geen straf zonder schuld” berarti tidak ada hukuman tanpa kesalahan, yang mana kesalahan di sini meliputi unsur kesengajaan dan kealpaan.
Sedangkan arti sempit (ditinjau dari arti kesalahan yang sempit) dari asas “Geen straf zonder schuld” adalah tidak ada hukuman tanpa kesalahan, yang mana kesalahan di sini hanya meliputi unsur kealpaan saja.


DAFTAR RUJUKAN

Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Buku I, II, III
Mono, Henny. 2007. Praktik Beperkara Pidana. Malang: Bayumedia Publishing.
Prodjodikoro, Wirjono. 1986. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia. Bandung: Eresco.

Senin, 06 Desember 2010

Hubungan Ungkapan The Truth Is In The Making, Teori James-Lange, dan Behaviorisme

PENDAHULUAN

Sebagai langkah awal, ada baiknya pengertian atau definisi mengenai pragmatisme dan behaviorisme serta gambaran singkat para tokoh pendukungnya; penulis papar-wacanakan terlebih dahulu sebagai pengantar pembahasan.

1. Definisi Pragmatisme

Secara etimologi, pragmatisme berasal dari kata Yunani "pragma" yang berarti perbuatan atau tindakan. "Isme" di sini sama artinya dengan isme-isme yang lainnya yaitu berarti aliran atau ajaran atau paham. Dengan demikian pragmatisme berarti: ajaran yang menekankan bahwa pemikiran itu menuruti tindakan. Kreteria kebenarannya adalah "faedah" atau "manfaat". Suatu teori atau hipotesis dianggap oleh pragmatisme benar apabila membawa suatu hasil.

2. Definisi Behaviorisme

Secara bahasa, behavior berarti perilaku. Sedangkan istilah behaviorisme merupakan penamaan perihal teori belajar hewan dan manusia yang secara obyektif hanya berfokus pada perilaku – perilaku yang nampak serta menyisihkan aktivitas mental. Lebih jauh lagi, para teoretisi behaviorisme berpendapat bahwa belajar tidak lebih dari penambahan perilaku baru.

Pemaparan definisi di atas, memberi celah asumsi awal; akan adanya kecenderungan yang searah dan gradual antara pragmatisme dan behaviorisme; bahwa keduanya mendasarkan pengamatannya pada realitas terindera (tangible), materiil, berdimensi, dan nyata. Hal ini mirip karakteristik kebenaran menurut William James, bahwa true ideas are those that we can assimilate, validate, corroborate and verify. False ideas are those that we can not (kebenaran adalah segala hal yang dapat dimengerti, diberlakukan, dinyatakan, serta diuji).
Selanjutnya, penulis dedahkan simpul – simpul pembahasan; yakni analisa gramatikal ungkapan truth is in the making dan pembandingan dengan redaksi lain, kamudian teori James-Lange, khususnya yang berkaitan langsung dengan emosi, serta behaviorisme, sebagai sintesa dua simpul pembahasan sebelumnya.

A. Ungkapan The truth is in the making

Kalimat tersebut adalah jargon aliran filsafat pragmatisme, sebuah ajaran yang menekankan bahwa pemikiran itu menuruti tindakan, yang mana kriteria kebenarannya adalah "faedah" atau "manfaat". Suatu teori atau hipotesis dianggap oleh pragmatisme benar apabila membawa suatu hasil. Dengan kata lain, suatu teori adalah benar apabila teori dapat diaplikasikan.
Making secara literal berarti membuat, menerima, mancapai, dan memeroleh. Secara gramatika, dalam konteks kalimat ini ialah, bahwa “kebenaran disandarkan pada kegunaan (yang diperoleh atau yang dicapai)”. Redaksi yang lain berbunyi, a belief is true insofar as it “works,” is useful, or satisfies a function (suatu kepercayaan atau keyakinan dikatakan benar selama hal ini bekerja, berguna, dan memiliki fungsi maksimal).
Menurut Copleston, pemula aliran pragmatisme di Amerika Serikat adalah C.S. Peirce (1839-1914). Namun, secara pasti, pragmatisme lebih populer dan selalu dikaitkan dengan nama William James, karena dialah yang memopulerkannya. Hal ini bisa dimenegerti karena James sebagai lektor dan penulis lebih cepat terkenal dari pada Peirce sebagai filosof selama hidupnya.
Sebagai catatan, William James memberikan beberapa karakteristik dari terma “truth”, yang berlainan namun bersifat melengkapi, dari filsafat rasionalisme, dan empirisme; diantaranya adalah bahwa kebenaran (truth) adalah sebuah kesadaran utuh akan fenomena yang hadir, (the truth that the present phenomenon of consciousness exists) ; bahwa segala hal yang kita sadari dan kita ketahui berkaitan langsung dengan pengalaman, sehingga setiap keraguan dan keingintahuan kita hanya sanggup kita temukan pada ruang pengalaman.
James juga memosisikan kebenaran sebagai atribut atau sifat dari sebuah keyakinan atau sebuah ide, bukannya semacam objek yang diketahui atau sesuatu yang ada di dalam ide, selain dari pengalaman. Istilah kebenaran, yang diterapkan pada sebuah ide, hanya bermakna sejauh bagaimana ide bekerja. Sehingga kita bisa mendapatkan kejelasan tentang suatu keyakinan atau ide yang terkait dengan fenomena, dengan mempertimbangkan efek praktis bahwa ide mungkin pada konsekuensi yang bisa kita alami.

B. Teori James-Lange

Jika jiwa mampu memengaruhi wadag atau tubuh, dan sebaliknya, raga sanggup memberikan pengaruhnya pada jiwa, bagaimana keduanya berinteraksi? Rohani, sama sekali berbeda dengan jasmani, yang memiliki ukuran, lebar, tinggi, berat. Lantas, bagaimana mungkin, sesuatu yang tidak sifat – sifat fisik menggerakkan elemen materiil? Bagaimana mekanisme, seseorang yang tengah berselera untuk meminum kopi, menyebabkan secangkir kopi diminum?
Jawaban atas pertanyaan tersebut, dirangkai dan diformulasikan oleh William James dan koleganya dalam dunia psikologi, Carl Georg Lange; bahwa gejala psikologis menyebabkan perubahan sikap seseorang, sehingga reaksi tertuju pada stimulus, alih-alih stimulus yang justru bersifat determinan terhadap emosi.
Teori James-Lange ini menyatakan bahwa sebagai respon terhadap pengalaman di dunia sistem saraf otonom dalam diri manusia menciptakan peristiwa fisiologis seperti ketegangan otot, peningkatan denyut jantung, keringat, dan gejala- gejala lain. Emosi adalah perasaan yang muncul sebagai akibat dari perubahan-perubahan fisiologis, bukannya titik atau hasil akhir dari aksi-reaksi manusia dan alam semesta. Lange secara khusus menyatakan bahwa perubahan psikomotorik adalah wujud emosi. Ali merasa bahwa oleh karena ia sedih, maka ia harus sedih, padahal menurut Lange, justru sebaliknya.



PENUUTUP

Dari pembahasan di atas, dapat ditarik benang merah bahwa hubungan antara ungkapan the truth is in the making, teori James-Lange, serta behaviorisme adalah
Hal ini, seyogyanya semakin mempertebal rasa syukur kita akan melimpahnya anugerah Allah yang dikaruniakan kepada manusia, bahwa segala sesuatu yang diciptakan Allah tidaklah sia-sia. Kita juga semakin terpacu untuk membuat melakukan atau meciptakan sesuatu yang bermanfaat, karena hal itu benar adanya, sebagaimana firman Allah SWT berikut ini.

17. Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, Maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, Maka arus itu membawa buih yang mengambang. dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang bathil. Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; Adapun yang memberi manfaat kepada manusia, Maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan[770].

[770] Allah mengumpamakan yang benar dan yang bathil dengan air dan buih atau dengan logam yang mencair dan buihnya. yang benar sama dengan air atau logam murni yang bathil sama dengan buih air atau tahi logam yang akan lenyap dan tidak ada gunanya bagi manusia.

Rabu, 22 September 2010

MACAM-MACAM WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA

PEMBAHASAN

1. Pengertian Wasiat

Di dalam kamus ilmiah Wasiat adalah pesan terakhir orang yang meninggal dunia. Wasiat atau testament ialah suatu pernyataan dari seseorang tentang apa yang dikehendaki setelah ia meninggal dunia. Pada asasnya suatu pernyataan kemauan terakhir itu keluar dari satu pihak saja dan setiap waktu dapat ditarik kembali, boleh secara tegas atau secara diam-diam.
Hukum waris menurut BW mengenal pengaturan wasiat ini dengan nama testamen yang diatur dalam buku kedua bab ketiga belas. Dalam pasal 875 BW secara tegas disebutkan pengertian tentang surat wasiat, yaitu: ”Surat wasiat atau testamen adalah suatu akta yang memuat pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia dan dapat dicabut kembali.”
Ketentuan lain dalam pembuatan surat wasiat ini adalah bahwa pembuat wasiat harus menyatakan kehendaknya yang berupa amanat terakhir ini secara lisan di hadapan notaris dan saksi-saksi.
Salah satu ciri dan sifat yang terpenting dan khas dalam setiap surat wasiat, yaitu surat wasiat selalu dapat ditarik kembali oleh si pembuatnya. Hal ini disebabkan tindakan membuat surat wasiat adalah merupakan perbuatan hukum yang sifatnya sangat pribadi.

2. Testament Dilihat Dari Segi objeknya

a. Erfstelling

Suatu testament yang paling lazim berisi seperti yang dikemukakan di dalam bab waris adalah suatu "erfstelling", yaitu penunjukan seseorang atau beberapa orang yang akan mendapat seluruh atau sebagian dari harta warisan. Orang yang ditunjuk tersebut didalam BW dinamakan testamenaire efgenaam, yaitu ahli waris menurut wasiat dan kedudukannya sama halnya dengan ahli waris menurut undang-undang. Ia memperoleh segala hak dan kewajiban si meninggal dunia.

b. Legaat

Suatu testament juga dapat berisikan legaat, yaitu suatu pemberian kepada seseorang. Adapun yang dapat diberikan dalam suatu legaat dapat berupa:
1) Satu atau beberapa benda tertentu.
2) Seluruh benda dari satu macam atau jenis, misalnya seluruh barang yang bergerak.
3) Hak vruckt- grbruick atas sebagian seluruh harta warisan.
4) Suatu hal lain terhadap boedel, misalnya hak untuk member satu atau beberapa benda tertentu dari boendel.

Orang yang menerima legat dinamakan legataris, ia bukan ahli waris karenanya ia tidak dapat menggantikan si meninggal dunia dalam hak-hak dan kewajibannya (yang penting tidak diwajibkan membayar hutang-hutang si meninggal dunia). Adakalanya seorang legataris yang menerima beberapa benda di wajibkan memberikan salah satu benda itu kepada orang lain yang ditunjuk dalam testament.
Apabila ada benda yang tidak dapat dibagi, misalnya seekor kuda kepada dua orang bersama-sama dan kemudian salah satu dari keduanya meninggal dunia,maka benda tersebut jatuh kepada temannya yang masih hidup untuk selurunya. Peraturan ini termuat dalam Pasal 1002-1003 BW, hal tersebut dinamakan Aanwaas.( Saifullah, Buku Ajar Hukum Perdata Indonesia. Hlm.88)

3. Macam-macam Testament di lihat dari segi bentuk

a. Wasiat Olografis (olographis testament)

Yaitu surat wasiat yang seluruhnya ditulis dengan tangan dan ditanda tangani pewaris sendiri. Kemudian surat wasiat tersebut harus diserahkan untuk disimpan pada seorang notaris dan penyerahan kepada notaris ini ada dua cara, yaitu bisa diserahkan dalam keadaan terbuka bisa juga dalam keadaan tertutup. Kedua cara penyerahan dan penyimpanan pada notaris itu mempunyai akibat hukum yang satu sama lain berbeda, yaitu:
(1) Apabila surat wasiat diserahkan dalam keadaan terbuka maka dibuatlah akta notaris tentang penyerahan itu yang ditandatangani oleh pewaris, saksi-saksi, dan juga notaris. Akta penyimpanan tersebut ditulis di kaki surat wasiat tersebut, jika tidak ada tempat kosong pada kaki surat wasiat tersebut, maka amanat ditulis lagi pada sehelai kertas yang lain.
(2) Apabila surat wasiat diserahkan kepada notaris dalam keadaan tertutup, maka pewaris harus menuliskan kembali pada sampul dokumen itu bahwa surat tersebut berisikan wasiatnya dan harus menandatangani keterangan itu dihadapan notaris dan saksi-saksi. Setelah itu pewaris harus membuat akta penyimpanan surat wasiat pada kertas yang berbeda. Surat wasiat yang disimpan pada seorang notaris kekuatanya sama dengan surat wasiat yang dibuat dengan akta umum. Jika pewaris meninggal dunia dan wasiat diserahkan kepada notaries dalam keadaan terbuka, maka segera penetapan dalam surat wasiat dapat dilaksanakan sebab notaris mengetahui isi surat wasiat tersebut.
Sedangkan sebaliknya, jika surat wasiat diserahkan dalam keadaan tertutup, maka pada saat pewaris meninggal dunia surat wasiat tidak dapat segera dilaksanakan sebab isi surat wasiat itu tidak dapat diketahui notaris. Sedangkan notaris dilarang membuka sendiri surat wasiat tersebut, maka untuk kepentingan itu surat wasiat harus diserahkan terlebih dahulu kepada Balai Harta Peninggalan untuk membukanya.

b. Wasiat Umum (Openbar testament)

Yaitu surat wasiat yang dibuat oleh seorang notaris, dengan cara orang yang akan meninggalkan warisan itu menghadap notaries serta menyatakan kehendaknya dan memohon kepada notaris agar dibuatkan akta notaris dengan dihadiri oleh dua orang saksi. Pembuat surat wasiat harus menyampaikan sendiri kehendaknya itu di hadapan saksi-saksi. Hal itu tidak dapat dilakukan dengan perantaraan orang lain, baik anggota keluarganya maupun notaries yang bersangkutan.
Surat wasiat harus dibuat dalam bahasa yang dipergunakan oleh pewaris ketika menyampaikan kehendaknya, dengan syarat bahwa notaris dan saksi-saksi juga mengerti bahasa tersebut. Hal ini mengingat kesalahan dalam surat wasiat, biasanya tidak dapat mengingat kesalahan dalam surat wasiat, biasanya tidak dapat diperbaiki lagi sebab hal itu baru diketahui setelah pewaris meninggal dunia. Jadi sedapat mungkin kesalahan formalitas itu harus diperkecil.
Syarat untuk saksi-saksi dalam surat wasiat umum antara lain harus sudah berumur 21 tahun atau sudah menikah. Mereka harus warga negara Indonesia dan juga mengerti bahasa yang dipakai dalam surat wasiat tersebut. Terdapat beberapa orang yang tidak boleh menjadi saksi dalam pembuatan surat wasiat umum ini, yaitu:
1) para ahli waris atau orang yang menerima hibah wasiat atau sanak keluarga mereka sampai derajat keempat.
2) anak-anak, cucu-cucu, dan anak-anak menantu, dan anak atau cucu notaris.
3) pelayan-pelayan notaris yang bersangkutan.
(http://nurhendro.blogdetik.com/index.php/2009/09/06/macam-macam-bentuk-wasiat/)

c. Wasiat Rahasia

Yaitu surat wasiat yang ditulis sendiri atau ditulis orang lain yang disuruhnya untuk menulis kehendak terakhirnya. Kemudian ia harus menandatangani sendiri surat tersebut. Surat wasiat macam ini harus disampul dan disegel, kemudian diserahkan kepada notaris dengan dihadiri empat orang saksi. Penutupan dan penyegelan dapat juga dilakukan di hadapan notaris dan empat orang saksi.
Selanjutnya pembuat wasiat harus membuat keterangan di hadapan notaris dan saksi-saksi bahwa yang termuat dalam sampul itu adalah surat wasiatnya yang ia tulis sendiri atau ditulis orang lain dan ia menandatangani. Kemudian notaries membuat keterangan yang isinya membenarkan keterangan tersebut. Setelah semua formalitas dipenuhi, surat wasiat itu selanjutnya harus disimpan pada notaris dan selanjutnya merupakan kewajiban notaris untuk memberitahukan adanya surat wasiat tersebut kepada orang-orang yang berkepentingan, apabila pembuat surat wasiat/peninggal warisan meninggal dunia.
Disamping tiga macam testament diatas, undang-undang juga mengenal Codicil, yaitu suatu akte dibawah tangan (bukan akte notaris). Dimana orang yang akan meninggalkan warisan itu menetapkan hal-hal yang tidak termasuk dalam pemberian atau pemberian dalam warisan itu sendiri. Misalnya membuat pesan-pesan tentang penguburan mayatnya, juga pengangkatan executeur testamentair, lazim dilakukan dalam suatu akte dibawah tangan (Codicil). (Saifullah, Buku Ajar Hukum Perdata Indonesia.hlm 89)

KESIMPULAN

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dari wasiat adalah suatu pernyataan dari seseorang tentang apa yang dikehendaki setelah ia meninggal dunia. Adapun macam-macam dari wasiat dilihat dari segi bentuknya ada tiga macam, yaitu:
a. Wasiat Olografis
b. Wasiat Umum
c. Wasiat Rahasia

kemudian macam-macam wasiat dilihat dari segi objeknya ada dua macam, yaitu:
1. Erfstelling
2. legaat

Disamping tiga macam testament diatas, undang-undang juga mengenal Codicil, yaitu suatu akte dibawah tangan (bukan akte notaris). Dimana orang yang akan meninggalkan warisan itu menetapkan hal-hal yang tidak termasuk dalam pemberian atau pemberian dalam warisan itu sendiri

Daftar Pustaka

Saifullah, Buku Ajar Hukum Perdata Indonesia, Malang: Fakultas Syari'ah, 2007.
http://nurhendro.blogdetik.com/index.php/2009/09/06/macam-macam-bentuk-wasiat/
http://hukum-hukumkeseluruhan.blogspot.com/2009/04/hukum-waris-berdasarkan-bw.html
http://darusnal.blogspot.com/2009/11/hukum-waris-perdata-bw.html
http://darusnal.blogspot.com/2009/11/hukum-waris-perdata-bw.html

Jumat, 27 Agustus 2010

‘’Concursus Idealis dan Concursus Realis dalam Perbuatan Pidana’’

PENDAHULUAN

Adakalanya seseorang melakukan beberapa perbuatan sekaligus sehingga menimbulkan masalah tentang penerapannya. Kejadian yang sekaligus atau serentak tersebut disebut samenloop yang dalam bahasa Belanda juga disebut samenloop van strafbaar feit atau concursus. Perbarengan merupakan terjemahan dari samenloop atau concursus. Ada juga yang menerjemahkannya dengan gabungan. Dalam pembahasan kali ini yang menjadi sorotan adalah perbarengan dua atau lebih tindak pidana yang dipertanggungjawabkan kepada satu orang atau beberapa orang dalam rangka penyertaan.
Ajaran mengenai samenloop ini merupakan salah satu ajaran yang tersulit di dalam ilmu pengetahuan hukum pidana, sehingga orang tidak akan dapat memahami apa yang sebenarnya dimaksud dengan samenloop van strafbaar feit itu sendiri, maupun permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam ajaran tersebut, apabila orang itu tidak mengikuti perkembangan paham-paham mengenai perkataan feit yang terdapat di dalam rumusan pasal-pasal yang mengatur masalah samenloop itu sendiri.
Perkembangan paham-paham mengenai perkataan feit yang terdapat di dalam rumusan pasal-pasal yang mengatur masalah samenloop itu sendiri, khususnya yang terdapat didalam rumusan pasal 63 ayat (1) KUHP, terjemahan perkataan feit di pasal ini dengan perkataan perbuatan menunjukkan bahwa team penerjemah Departemen Kehakiman R.I. (sekarang Departemen Hukum dan HAM) Secara resmi telah menafsirkan perkataan feit di dalam rumusan pasal 63 ayat (1) KUHP itu sebagai suatu perbuatan yang nyata, yakni suatu penafsiran yang oleh Hoge Raad (HR) sendiri telah ditinggalkan sejak lebih dari setengah abad yang lalu.
Kiranya tim penerjemah Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman itu juga tidak akan menerjemahkan perkataan feit di dalam rumusan pasal 63 ayat (1) KUHP itu dengan perkataan perbuatan, seandainya tim tersebut mengetahui bahwa sudah sejak setengah abad yang lalu terdapat keberatan-keberatan terhadap penggunaan perkataan perbuatan itu sendiri.
Apa yang disebut samenloop van strafbare feiten atau gabungan tindak-tindak pidana itu, oleh pembentuk undang-undang telah diatur di dalam Bab ke-VI dari Buku ke-1 KUHP atau tegasnya di dalam pasal 63 sampai dengan pasal 71 KUHP, yaitu berkenaan dengan pengaturan mengenai berat ringannya hukuman yang dapat dijatuhkan oleh seorang hakim terhadap seorang tertuduh yang telah melakukan lebih daripada satu tindak pidana, yang perkaranya telah diserahkan kepadanya untuk diadili secara bersama-sama.
Dalam suatu samenloop itu, hakim harus memperhatikan kenyataan-kenyataan apakah tertuduh itu hanya melakukan satu tindak pidana, atau ia telah melakukan lebih daripada satu tindak pidana.
Prof. Simons berpendapat, bahwa apabila tertuduh itu hanya melakukan satu tindak pidana dan dengan melakukan tindakan tersebut, tindakannya itu ternyata telah memenuhi rumusan-rumusan dari beberapa ketentuan pidana, atau dengan perkataan lain apabila dengan melakukan satu tindak pidana itu, tertuduh ternyata telah melakukan beberapa tindak pidana, maka di situ terdapat apa yang disebut eendaadse samenloop atau concursus idealis ataupun apa yang oleh Prof. Van Hamel juga telah disebut sebagai samenloop van strafbepalingen atau gabungan ketentuan-ketentuan pidana. Ukuran Pidana yang dapat dijatuhkan atas diri seseorang dalam tindak pidana Concursus.
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa perlunya studi kasus berupa suatu gabungan tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang secara sadar maupun tidak sadar serta pembedaan yang sangat mendasar untuk mengetahui sebatas mana gabungan tindak pidana dapat ditafsirkan menjadi sebuah eendaadse samenloop ataukah meerdaadse samenloop.


PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN CONCURSUS

Dalam Kamus Hukum, perbarengan juga disebut samenloop (Belanda) atau disebut juga dengan concursus. Wirjono Prodjodikoro menerjemahkan samenloop dengan gabungan tindak pidana. Maka dalam pengambilan keputusan kita menjumpai keadaan bahwa ada beberapa orang dan satu peristiwa pidana, dan dalam keadaan kebersamaan ada beberapa peristiwa dan seorang. Yang terakhir ini juga terdapat pada revcidive (pengulangan kejahatan). Perbedaan antara keadaan kebersamaan dan recidive adalah, bahwa dalam hal recidive terjadi peristiwa pidana itu dihentikan oleh putusan hakim, tetapi biarpun begitu si terhukum masih melakukan lagi suatu peristiwa pidana.
Dalam keadaan kebersamaan si pembuat melakukan beberapa peristiwa tanpa adanya kesempatan bagi hakim untuk memberi peringatan. Adanya perbarengan apabila ada beberapa perbuatan pidana yang dilakukan, dan diantara berberapa perbuatan pidana itu si pembuat tidak diadili bertalian salah satu perbuatan pidana yang dilakukan. Adanya recidive, apabila ada beberapa perbuatan pidana.
Setelah si pembuat diadili, ia melakukan pembuat pidana lagi. Masih ada perbedaan lain antara pengambilan bagian dan keadaan kebersamaan. Pengambilan bagian seperti percobaan memperluas berlakunya peristiwa pidana. Tanpa aturan mengenai keadaan kebersamaan mungkin bahwa hakim menjatuhkan pidana yang seberat-beratnya untuk tiap peristiwa pidana yang dilakukan. Ini dianggap hal melampaui batas oleh pembentuk undang-undang, yang menyebabkan ia mengadakan pembatasan pada pemberian pidana dalam keadaan kebersamaan. Maka ketentuan mengenai keadaan kebersamaan ialah ketentuan mengenai penerapan pidana.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat menyatakan adanya gabungan adalah:
• Ada dua/ lebih tindak pidana dilakukan;
• Bahwa dua/ lebih tindak pidana tersebut dilakukan oleh satu orang (atau dua orang dalam hal penyertaan);
• Bahwa dua/ lebih tindak pidana tersebut belum ada yang diadili; dan
• Bahwa dua/ lebih tindak pidana tersebut akan diadili sekaligus.

B. SISTEM PEMIDANAAN

Pada dasarnya teori gabungan tindak pidana dimaksudkan untuk menentukan pidana apa dan berapa ancaman maksimum pidana yang dapat dijatuhkan terhadap seseorang yang telah melakukan lebih dari satu tindak pidana. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengenal 4 (empat) sistem atau stelsel pemidanaan, yaitu:

1. Sistem Absorpsi
Apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan yang merupakan beberapa delik yang masing-masing diancam dengan pidana yang berbeda, maka menurut sistem ini hanya dijatuhkan satu pidana saja, yaitu pidana yang terberat walaupun orang tersebut melakukan beberapa delik.

2. Sistem Kumulasi
Apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan yang merupakan beberapa delik yang diancam dengan pidana sendiri-sendiri, maka menurut sistem ini tiap-tiap pidana yang diancamkan terhadap delik-delik yang dilakukan oleh orang itu semuanya dijatuhkan.

3. Sistem Absorpsi Diperberat
Apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan yang merupakan beberapa jenis delik yang masing-masing diancam dengan pidana sendiri-sendiri, menurut stelsel ini pada hakikatnya hanya dapat dijatuhkan 1 (satu) pidana saja yakni yang terberat, akan tetapi dalam hal ini diperberat dengan menambah 1/3 (sepertiga).

4. Sistem Kumulasi Terbatas
Apabila seeorang melakukan beberapa jenis perbuatan yang menimbulkan beberapa jenis delik yang masing-masing diancam dengan pidana sendiri-sendiri, maka menurut stelsel ini, semua pidana yang diancamkan terhadap masing-masing delik dijatuhkan semuanya. Akan tetapi, jumlah pidana itu harus dibatasi, yaitu jumlahnya tidak boleh melebihi dari pidana terberat ditambah 1/3 (sepertiga).

C. CONCURSUS IDEALIS dan CONCURSUS REALIS

1. Concursus Idealis (Gabungan Dalam Satu Perbuatan)

Concursus idealis (eendaadsche samenloop) yaitu suatu perbuatan yang masuk ke dalam lebih dari satu aturan pidana. Disebut juga sebagai gabungan berupa satu perbuatan yakni suatu perbuatan meliputi lebih dari satu pasal ketentuan hukum pidana
Sistem pemberian pidana yang dipakai dalam concursus idealis adalah sistem absorbsi, yaitu hanya dikenakan pidana pokok yang terberat. Concursus idealis diatur dalam Pasal 63 KUHP. Dalam KUHP bab II Pasal 63 tentang perbarengan peraturan disebutkan:
a. Jika suatu perbuatan termasuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka yang dikenakan hanya salah satu di antara aturan-aturan itu; jika berbeda-beda yang dikenakan yang memuat ancaman pidana pokok yang terberat.
b. Jika suatu perbuatan, yang masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang dikenakan.
Menurut pasal 63 ayat (1) digunakan system absorbs, yaitu hanya dijatuhi satu pidana pokok yang terberat. Namun demikian dalam praktik pemidanaan ada kemungkinan :
• Apabila hakim menghadapi pilihan antara dua pidana pokok yang sejenis yang maksimumnya sama, maka menurut VOS dijatuhkan pidana pokok dengan pidana tambahan yang paling berat
• Apabila menghadapi pilihan antara dua pidana pokok yang tidak sejenis, maka dijatuhkan pidana yang terberat didasarkan urut-urutan jenis pidana yang terberat didasarkan urut-urutan jenis pidana seperti dalam pasal 10.

Selanjutnya dalam Pasal 63 ayat (2) terkandung adagium lex specialis derogat legi generali (aturan undang-undang yang khusus meniadakan aturan yang umum). Jadi misalkan ada seorang ibu melakukan aborsi/pengguguran kandungan, maka dia dapat diancam dengan Pasal 338 tentang pembunuhan dengan pidana penjara 15 tahun.
Namun karena Pasal 341 telah mengatur secara khusus tentang tindak pidana ibu yang membunuh anaknya, maka dalam hal ini tidak berlaku sistem absorbsi. Ibu tersebut hanya diancam dengan Pasal 341.
Berdasarkan rumusan pasal 63 KUHP tersebut, para pakar berusaha membuat pengertian tentang perbuatan ( feit ). Prof. Mr. Hazewinkel-Suringa menjelaskan arti perbuatan yang dimuat dalam pasal 63 KUHP sebagai berikut : “Perbuatan yang dimaksud adalah suatu perbuatan yang berguna menurut hukum pidana, yang karena cara melakukan, atau karena tempatnya, atau karena orang yang melakukannya, atau karena objek yang ditujunya, juga merusak kepentingan hukum, yang telah dilindungi oleh undang-undang lain.”
Sedangkan menurut Hoge Raad concursus idealis yakni satu perbuatan melanggar beberapa norma pidana, dalam hal yang demikian yang diterapkan hanya satu norma pidana yakni yang ancaman hukumannya terberat.
Hal tersebut dimaksudkan guna memenuhi rasa keadilan. Begitu juga dengan VOS membuat pula satu perumusan jelas tentang ‘feit’ sebagai satu perbuatan fisik. Perbuatan materiil atau perbuatan fisik adalah perbuatan yang dilihat terlepas akibat yang ditimbulkan oleh perbuatan itu, terlepas dari unsur-unsur subyektif (kesalahan) dan terlepas pula dari semua lain yang menyertai.
Jadi misalnya terjadi pemerkosaan di jalan umum, maka pelaku dapat diancam dengan pidana penjara 12 tahun menurut Pasal 285 tentang memperkosa perempuan, dan pidana penjara 2 tahun 8 bulan menurut Pasal 281 karena melanggar kesusilaan di muka umum. Dengan sistem absorbsi, maka diambil yang terberat yaitu 12 tahun penjara.
Namun, apabila ditemui kasus tindak pidana yang diancam dengan pidana pokok yang sejenis dan maksimumnya sama, maka menurut VOS ditetapkan pidana pokok yang mempunyai pidana tambahan paling berat. Sebaliknya, jika dihadapkan pada tindak pidana yang diancam dengan pidana pokok yang tidak sejenis, maka penentuan pidana terberat didasarkan pada urutan jenis pidana menurut Pasal 10 KUHP.
Menurut Prof. Dr. Satjipto Rahardjo peristiwa hukum adalah suatu yang bisa menggerakkan peraturan hukum sehingga ia secara efektif menunjukkan potensinya untuk mengatur.
Dari pasal diatas menurut Jonkers bahwa peristiwa dalam pasal ini bukanlah berarti peristiwa pidana karena suatu peristiwa pidana mempunyai aturanya sendiri. Peristiwa mula-mula diartikan secara materialistis, sebagian orang berpendapat bahwa yang diartikan peristiwa adalah perbuatan jasmani, kelakuan materil. Keberatan daripada pendapat yang materialistis adalah, bahwa berlakunya undang-undang pidana dibatasi dengan cara yang luar biasa.
Dalam hal ada peristiwa-peristiwa yang sangat berbeda, yang tidak ada hubungannya satu sama lain, dalam sistem ini tidak mungkin menjatuhkan hukuman pidana yang khusus bagi tiap-tiap peristiwa yang sama sekali berbeda, tetapi peristiwa yang lebih berat menutupi peristiwa yang lebih ringan karena hanya ada suatu perbuatan jasmani. Sistem ini tidak memuaskan rasa keadilan.
Memang hukum pidana tidak hanya mengenai perbuatan-perbuatan jasmani yang murni. “Peristiwa” dalam pasal 63 KUHP harus dipandang sebagai “peristiwa” dalam arti menurut hukum pidana.
Dengan diterapkannya sistem ini yaki diberlakunya satu ketentuan hukum, yaitu, yang menentukan hukuman pokok terberat. Jadi hanya satu kali diberi pidana, apabila atas satu peristiwa yang lebih berat menutupi yang lebih ringan. Buah pikiran yang merupakan dasar dari pada ketentuan ini ialah bahwa, pada satu peristiwa hanya boleh diberi pidana satu kali.

2. Concursus Realis (Gabungan dalam beberapa perbuatan)

Concursus realis (meerdaadse samenloop) terjadi apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan, dan masing-masing perbuatan itu berdiri sendiri sebagai suatu tindak pidana (tidak perlu sejenis dan tidak perlu berhubungan). Concursus realis diatur dalam Pasal 65-71 KUHP. Menurut ketentuan yang termuat dalam KUHP, concursus realis dibedakan antara jenis tindak pidana yang dilakukan.
Tindak pidana kejahatan termuat dalam pasal 65 dan 66 KUHP. Sedangkan tindak pidana pelanggaran termuat dalam pasal 70 dan 70 bis. Pasal 65 KUHP mengatur gabungan dalam beberapa perbuatan yang diancam dengan pidana pokok sejenis dan sistem pemidanaan menggunakan sistem absorpsi diperberat. Pasal 66 KUHP mengatur gabungan dalam beberapa perbuatan yang diancam dengan pidana pokok yang tidak sejenis dan sistem pemidanaanya juga menggunakan absorpsi diperberat.
Perbedaan antara pasal 65 dan 66 KUHP terletak pada pidana pokok yang diancamkan terhadap kejahatan-kejahatan yang timbul karena perbuatan-perbuatannya itu yaitu apakah pidana pokok yang diancamkannya itu sejenis atau tidak.
Sedangkan pasal 70 KUHP mengatur apabila seseorang melakukan beberapa pelanggaran atau apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan yang merupakan kejahatan dan pelanggaran. Jika pasal 65 dan 66 menyebutkan tentang gabungan kejahatan dengan kejahatan, pasal 70 memberi ketentuan tentang gabungan kejahatan dengan pelanggaran atau pelanggaran dengan pelanggaran.
Dalam hal ini maka kejahatannya dijatuhkan hukumannya sendiri, sedangkan bagi masing-masing pelanggarannya pun dikenakan hukuman sendiri-sendiri dengan pengertian bahwa jumlah semuanya dari hukuman kurungan yang dijatuhkan bagi pelanggaran-pelanggaran itu tidak boleh lebih dari satu tahun empat bulan dan mengenai hukuman kurungan pengganti denda tidak lebih dari delapan bulan.
Pasal 70 bis menentukan kejahatan-kajahatan ringan dianggap sebagai pelanggaran. Bagi masing-masing kejahatan ringan tersebut harus dijatuhkan hukuman sendiri-sendiri dengan ketentuan bahwa jika dijatuhkan hukuman penjara maka jumlah semua hukuman tidak boleh lebih dari delapan bulan.
a. Sistem pemberian pidana bagi concursus realis
Sistem pemberian pidana bagi concursus realis ada beberapa macam, yaitu:
1) Apabila berupa kejahatan yang diancam dengan pidana pokok sejenis, maka hanya dikenakan satu pidana dengan ketentuan bahwa jumlah maksimum pidana tidak boleh melebihi dari maksimum terberat ditambah sepertiga. Sistem ini dinamakan sistem absorbsi yang dipertajam.

Misal A melakukan tiga kejahatan yang masing-masing diancam pidana penjara 4 tahun, 5 tahun, dan 9 tahun, maka yang berlaku adalah 9 tahun + (1/3 x 9) tahun = 12 tahun penjara. Jika A melakukan dua kejahatan yang diancam dengan pidana penjara 1 tahun dan 9 tahun, maka berlaku 1 tahun + 9 tahun = 10 tahun penjara. Tidak dikenakan 9 tahun + (1/3 x 9) tahun, karena 12 tahun melebihi jumlah maksimum pidana 10 tahun.

2) Apabila berupa kejahatan yang diancam dengan pidana pokok yang tidak sejenis, maka semua jenis ancaman pidana untuk tiap-tiap kejahatan dijatuhkan, tetapi jumlahnya tidak boleh melebihi maksimum pidana terberat ditambah sepertiga. Sistem ini dinamakan sistem kumulasi diperlunak.

Misalkan A melakukan dua kejahatan yang masing-masing diancam pidana 9 bulan kurungan dan 2 tahun penjara. Maka maksimum pidananya adalah 2 tahun + (1/3 x 2 tahun) = 2 tahun 8 bulan.
Karena semua jenis pidana harus dijatuhkan, maka hakim misalnya memutuskan 2 tahun penjara 8 bulan kurungan.

3) Apabila concursus realis berupa pelanggaran, maka menggunakan sistem kumulasi yaitu jumlah semua pidana yang diancamkan. Namun jumlah semua pidana dibatasi sampai maksimum 1 tahun 4 bulan kurungan.
4) Apabila concursus realis berupa kejahatan-kejahatan ringan yaitu Pasal 302 (1) (penganiayaan ringan terhadap hewan), 352 (penganiayaan ringan), 364 (pencurian ringan), 373 (penggelapan ringan), 379 (penipuan ringan), dan 482 (penadahan ringan), maka berlaku sistem kumulasi dengan pembatasan maksimum pidana penjara 8 bulan.
5) Untuk concursus realis , baik kejahatan maupun pelanggaran, yang diadili pada saat yang berlainan, berlaku Pasal 71 yang berbunyi: “Jika seseorang setelah dijatuhi pidana, kemudian dinyatakan bersalah lagi, karena melakukan kejahatan atau pelanggaran lain sebelum ada putusan pidana itu, maka pidana yang dahulu diperhitungkan pada pidana yang akan dijatuhkan dengan menggunakan aturan-aturan dalam bab ini mengenai perkara-perkara diadili pada saat yang sama.

Misalkan A tanggal 1 Januari melakukan kejahatan pencurian (Pasal 362, pidana penjara 5 tahun), tanggal 5 Januari melakukan penganiayaan biasa (Pasal 351, pidana penjara 2 tahun 8 bulan), tanggal 10 Januari melakukan penadahan (Pasal 480, pidana penjara 4 tahun), dan tanggal 20 Januari melakukan penipuan (Pasal 378, pidana penjara 4 tahun), maka maksimum pidana yang dapat dijatuhkan kepada A adalah 5 tahun + (1/3 x 5 tahun) = 6 tahun 8 bulan.
Andaikata hakim menjatuhkan pidana 6 tahun penjara untuk keempat tindak pidana itu, maka jika kemudian ternyata A pada tanggal 14 Januari melakukan penggelapan (Pasal 372, pidana penjara 4 tahun), maka putusan yang kedua kalinya ini untuk penggelapan itu paling banyak banyak hanya dapat dijatuhi pidana penjara selama 6 tahun 8 bulan (putusan sekaligus) dikurangi 6 tahun (putusan I), yaitu 8 bulan penjara. Dengan demikian Pasal 71 KUHP itu dapat dirumuskan sebagai berikut: Putusan II = (putusan sekaligus)-(putusan I).

b. Pertanggungjawaban Terhadap Pelaku yang melakukan tindak pidana Concursus Realis

Concursus realis yang merupakan perbarengan tindakan jamak atau perbarengan dua atau lebih tindakan.apabila tindakan-tindakan itu berdiri sendiri Jan termasuk dua atau lebih ketentuan pidana yang dilanggar, sehingga bagi laku yang melakukan perbuatan tersebut dia harus dikenakan pidana yang berbeda dengan pelaku yang melakukan tindak pidana secara umum.
Dilihat dari bunyi rumusan Pasal 65 KUHP maka dapat disimpulkan bahwa bagi pelaku hanya dikenakan satu pidana dengan ketentuan bahwa jumlah maksimum pidana tidak boleh lebih dari maksimum terberat ditambah sepertiga. Pasal 65 KUHP:
(1) Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam dengan pidana pokok yang sejenis, maka dijatuhkan hanya satu pidana.
(2) Maksimum pidana yang dijatuhkan ialah jumlah maksimum pidana yang diancamkan terhadap perbuatan itu, tetapi tidak boleh lebih dari maksimum pidana yang terberat ditambah sepertiga.
Contoh :

1. A melakukan 3 jenis kejahatan yang masing-masing diancam dengan pidana penjara 4 tahun, 5 tahun, dan 9 tahun. Dalam hal ini lamanya pidana yang dapat dijatuhkan maksimum adalah 9 tahun + (1/3 X 9) tahun = 12 tahun penjara.

2. A melakukan 2 jenis kejahatan yang masing-masing diancam pidana penjara I tahun dan 9 tahun. Dalam hal ini, maksimum pidana yang dapat dijatuhkan jumlah ancaman pidana yaitu 9 tahun + 1 tahun = 10 tahun penjara. Jadi bukan 9 tahun + (1/3 x 9) tahun = 12 tahun penjara, karena jika seperti ini akan lebih dari jumlah maksimum pidana yang diancamkan terhadap masing-masing kejahatan tersebut.25

3. A melakukan lima perbuatan yang merupakan lima kejahatan yang diancam dengan pidana pokok sejenis, misalnya kelima-limanya diancam dengan pidana penjara yaitu sebagai berikut:
a. Perbuatan pertama diancam dengan pidana penjara 2 tahun.
b. Perbuatan kedua diancam dengan pidana penjara 3 tahun.
c. Perbuatan ketiga diancam dengan pidana penjara 4 tahun.
d. Perbuatan keempat diancam dengan pidana penjara. 5 tahun.
e. Perbuatan kelima diancam dengan pidana penjara 6 tahun.
Berdasarkan ketentuan Pasal 65 ayat (1) KUHP, maka kepada A hanya boleh dijatuhkan satu pidana saja yaitu jumlah maksimum pidana yang diancamkan terhadap perbuatan itu, dalam kasus ini jumlah maksimum pidana penjara yang diancamkan adalah 2 + 3 + 4 + 5 + 6 = 20 tahun penjara.
Akan tetapi jumlah maksimum ini tidak boleh lebih dari pidana dari maksimum pidana yang terberat (dalam kasus ini adalah pidana penjara 6 tahun) ditambah dengan sepertiganya.
Jadi harus dihitung sebagai berikut: 6 tahun + (1/3 x 6) tahun = 8 tahun penjara. Tidak boleh dijatuhkan jumlah maksimum pidana penjara yang diancamkan (dalam kasus ini adalah 2 + 3 + 4 + 5 + 6 = 20 tahun penjara).
Dengan demikian system pemberian pidana (sistem pemidanaan) yang dipergunakan adalah "stelsel absorbsi yang diperberat" (verscrepte absorptie stelsel). Namun ada juga sarjana yang menyatakan bahwa Cara tersebut di atas bukanlah "absorbsi yang diperberat", tetapi adalah :"stelsel kumulasi terbatas" (gematigde cumulatie stelsel) karena beberapa pidana itu dijatuhkan Haman dibatasi yaitu jumlah seluruh pidana yang diancamkan tidak boleh melebihi dari lamanya pidana terberat ditambah dengan sepertiganya.

D. GABUNGAN MELAKUKAN TINDAK PIDANA DALAM PERSPEKTIF KUHP DAN HUKUM ISLAM

Setiap individu tidak bisa hidup dalam keterpencilan sama sekali selama-lamanya. Manusia saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya untuk bertahan hidup dan hidup sebagai manusia. Sifat saling tergantung ini menghasilkan bentuk kerjasama tertentu yang bersifat ajeg dan menghasilkan bentuk masyarakat tertentu. Manusia adalah makhluk sosial, itu hampir tidak diragukan lagi.
Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial tersebut maka masing-masing individu memiliki kepentingan-kepentingan yang terwujud dalam bentuk kerjasama bahkan sebaliknya dapat menimbulkan pertentangan-pertentangan. Tatanan masyarakat pada umumnya diatur oleh sebuah undang-undang atau peraturan yang menjadi pedoman dalam bertindak dan bertingkah laku yang terwujud dalam perintah dan larangan.
Namun demikian nampaknya perintah dan larangan saja tidak cukup untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan buruk, maka dari itu diperlukan adanya norma-norma seperti norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, dan juga norma hukum. Adanya norma-norma yang mengatur dan membatasi kebebasan bersikap dan bertindak individu pada masyarakat merupakan perwujudan perlindungan masyarakat pada warganya dalam pergaulan hidup bersama.
Norma-norma ataupun aturan tersebut kemudian dikenal dengan hukum, yaitu satuan ketentuan baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis yang mengatur tata tertib masyarakat sehingga bagi siapapun yang melanggar tata tertib tersebut maka akan dijatuhi hukuman sebagaimana ketentuan yang ada. Sebagaimana diketahui bahwa kejahatan di dunia ini ada seiring dengan perkembangan manusia, kehendak untuk berbuat jahat inheren dalam kehidupan manusia.
Di satu sisi manusia ingin hidup secara tentram, damai, tertib dan berkeadilan, artinya tidak diganggu oleh hal-hal yang mengandung unsur kejahatan. Upaya untuk meminimalkan tingkat kejahatan pun terus dilakukan, baik yang bersifat preventif maupun represif, yang bersifat preventif misalnya dengan dikeluarkannya peraturan dan undang-undang. Sedangkan yang bersifat represif yaitu adanya hukuman-hukuman terhadap pihak-pihak yang telah melakukan kejahatan ataupun pelanggaran.
Adanya suatu hukuman yang diancamkan kepada seorang pembuat agar orang banyak tidak memperbuat sesuatu jarimah, sebab larangan atau perintah semata-mata tidak akan cukup. Meskipun hukuman itu sendiri bukan suatu kebaikan, bahkan suatu perusakan bagi si pembuat sendiri. Namun hukuman tersebut diperlukan, sebab bisa membawa keuntungan yang nyata bagi masyarakat.
Ketika terdapat seseorang yang berbuat jahat kemudian ia dihukum, maka ini merupakan pelajaran bagi orang lain agar tidak melakukan kejahatan. Di samping itu suatu hukuman yang diancamkan terhadap seorang pelanggar, dalam Islam dimaksudkan agar seseorang tidak melanggar jarimah, sangsi itu sendiri pada intinya adalah bukan supaya si pembuat jarimah itu dapat derita karena pembalasan, akan tetapi bersifat preventif terhadap perbuatan jarimah dan pengajaran serta pendidikan.
Pada masa sekarang ini yang menjadi dasar penjatuhan hukuman ialah rasa keadilan dan melindungi masyarakat. Rasa keadilan menghendaki agar sesuatu hukuman harus sesuai dengan besarnya kesalahan pembuat. Dalam KUHP berat ringannya hukuman yang harus dijatuhkan bagi pelaku tindak pidana seperti pencurian, pembunuhan, pemerkosaan, dan lain-lain sudah ada ketentuannya sendiri.
Akan tetapi berat ringannya hukuman tersebut belum sepenuhnya dapat diterapkan oleh para hakim. Hal ini berhubungan dengan adanya batas maksimal dan minimal hukuman yang ada dalam KUHP. Kebanyakan para hakim menjatuhkan hukuman mengambil di antara kedua batas tersebut, dan jarang sekali hakim menjatuhkan hukuman maksimal kecuali dalam kasus tertentu.
Bahkan dalam prakteknya seorang hakim atau penuntut umum dalam melakukan tuntutan dianggap terlalu ringan terutama terhadap pelaku-pelaku tindak pidana yang meresahkan masyarakat. Dalam hal ini tanpa mengurangi kebebasan hakim dalam menjatuhkan hukuman yang setimpal dengan kejahatan atau perbuatan pidana yang dilakukan terdakwa baik penuntut umum ataupun hakim diharapkan menuntut dan menjatuhkan hukuman yang setimpal, sehingga mempunyai dampak di samping mempunyai aspirasi dan keadilan masyarakat juga merupakan daya tangkal bagi anggota masyarakat yang mempunyai potensi untuk menjadi pelaku tindak pidana (general deterrent effect).
Dalam kehidupan manusia adakalanya sering kita temukan seseorang melakukan perbuatan jarimah tidak hanya murni satu jenis, terkadang terdapat niat untuk melakukan satu macam jarimah, namun yang terjadi justru beberapa jarimah pun dilakukannya. Sebagai contoh misalnya, pada suatu malam A yang tidak mempunyai SIM bahwa ia boleh mengemudi mobil, menjalankan kendaraannya dalam kota dengan kecepatan yang lebih dari 40 km/jam tanpa memasang lampu.
Dalam hal ini A telah mengadakan pelanggaran 1) menjalankan kendaraan tanpa mempunyai SIM, 2) melampaui batas kecepatan mobil yang diperbolehkan dalam kota, dan 3) tidak memasang lampu pada waktu malam hari. Dari kasus ini timbul pertanyaan bagaimanakah hukuman yang harus dijatuhkan? Apakah A itu akan dijatuhi tiga hukuman sekaligus (karena mengadakan tiga pelanggaran) ataukah ia dijatuhi hanya satu hukuman saja tetapi yang diterberat?
Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa telah terjadi suatu gabungan melakukan tindak pidana, dimana satu orang telah melakukan beberapa peristiwa pidana. Gabungan melakukan tindak pidana dalam hukum positif sering diistilahkan dengan delik cumulatie atau concursus yang diatur dalam bab VI buku 1 KUHP pasal 63 – 71.
Adanya gabungan peristiwa pidana ini, menimbulkan adanya gabungan pemidanaan. Jadi gabungan pemidanaan ada karena adanya gabungan melakukan tindak pidana di mana masing-masing belum mendapatkan putusan akhir. Dalam sistematika KUHP peraturan tentang perbarengan perbuatan pidana merupakan ketentuan mengenai ukuran dalam menentukan pidana (straftoemeting) yang mempunyai kecenderungan pada pemberatan pidana.
Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 63 ayat (1) KUHP, yaitu:
“Kalau sesuatu perbuatan termasuk dalam lebih dari satu ketentuan pidana, maka hanyalah satu-satu dari ketentuan-ketentuan itu yang dipakai, jika pidana berlain maka yang dipakai ialah ketentuan yang terberat pidana pokoknya”.
Dari pasal tersebut orang yang melakukan dua atau beberapa tindak pidana sekaligus dapat dikatakan melakukan peristiwa pidana gabungan sebagaimana dimaksud oleh pasal di atas.
Sementara itu dalam hukum Islam gabungan melakukan tindak pidana ini menjadi perdebatan di kalangan para ulama, sebagaimana diketahui bahwa dalam Syariat Islam terdapat bermacam-macam dan berbeda-beda dalam masalah pidananya, sehingga boleh dikatakan bahwa untuk satu jenis pidana tertentu ada hukumnya tersendiri, seperti mencuri dengan hukuman potong tangan, pembunuhan dengan qishos, zina dengan rajam dan lain-lain.
Namun perlu ditinjau kembali bahwa tidak semua peristiwa pidana itu ada ketentuannya dalam nash Al Qur’an maupun Sunnah Rosul. Maka dalam hal ini para hakim diberikan wewenang untuk memberikan hukuman atas tindak pidana yang dilakukan secara berbarengan atau bersamaan.
Akibat dari adanya perbedaan jenis hukuman itu, menyebabkan orang merasa tidak perlu untuk memikirkan bagaimana cara menerapkan hukuman, jika seseorang sekaligus melakukan lebih dari satu macam peristiwa pidana oleh karena tidak menghadapi kesukaran apa-apa.
Dalam hukum Islam dicontohkan dengan kasus pencurian yang diikuti dengan pemerkosaan dan pembunuhan. Dalam hal ini apakah ia akan dijatuhi tiga hukuman sekaligus yaitu hukuman potong tangan, rajam dan kemudian hukuman qishos, ataukah ia hanya akan menjalani salah satu hukuman yang terberat saja yakni hukuman qishos. Para ulamapun berbeda pendapat mengenai bagaimana pemberian hukuman bagi gabungan perbuatan ini.
Bagaimana Islam memandang masalah ini tentu berbeda dengan pandangan KUHP dalam menyelesaikan gabungan perbuatan ini, dimana hal ini berkaitan erat dengan masalah pemberian pidana yang nentinya akan dijatuhkan. Adanya perbedaan antara hukum Islam dan KUHP dalam menyelesaikan masalah ini menjadikan dasar bagi penyusun untuk mengadakan penelitian lebih lanjut yaitu dengan cara membandingkan antara keduanya sehingga nampak adanya segi-segi persamaan dan perbedaan antara keduanya.
Pada dasarnya syariat Islam telah memberikan ketentuan bahwa suatu sangsi bagi suatu perbuatan jarimah adalah dengan satu sangsi. Hal ini telah ditetapkan dalam berbagai ayat al-Qur’an di antaranya yaitu:

- ومن جأ بالسيئة فلا يجزى الامثلها وهم لا يظلمون.
- وكتبنا عليهم فيها ان النفس بالنفس والعين بالعين والانف بالانف والاذن بالاذن والسن بالسن والجروح قصاص.
- وجزؤ اسيئة سيئة مثلها.
- والذين كسيوا السيات جزاء سيئة بمثلها وترهقهم ذلة.
Dengan ketentuan tersebut di atas maka jelas bahwa dalam hukum Islam telah memberikan aturan perundang-undangan yang mendasar terhadap pelaku kejahatan. Dalam syari'at Islam sendiri persoalan mengenai gabungan pemidanaan ini masih menjadi perdebatan dikalangan para imam madzhab. Dimana ketiga imam madzhab yakni Imam Malik, Abu Hanifah dan Imam Ahmad mengakui adanya gabungan pemidanaan ini.
Sedangkan Imam Syafi’i tidak memberlakukan adanya gabungan pemidanaan ini namun sebagian ulama Syafi’iyah nampaknya memakai teori gabungan melakukan tindak pidana ini. Sedangkan dalam hukum positif ketentuan mengenai gabungan melakukan tindak pidana ini sudah diatur dalam buku 1 KUHP pasal 63 – 71. Sehingga menjadi asumsi dasar penyelesaian skripsi ini adalah mengadakan klarifikasi antara ketetapan hukum yang sudah ada dalam hukum Islam dan KUHP.

KESIMPULAN

Perbarengan perbuatan pidana (concursus atau samenloop) adalah perbuatan seseorang yang melakukan beberapa perbuatan pidana sekaligus, atau melakukan satu perbuatan yang diatur dalam beberapa ketentuan pidana. Hal ini terdapat pada KUHP dalam buku kedua pasal 63-71.
Concursus idealis (eendaadsche samenloop) adalah seseorang yang melakukan satu perbuatan dan ternyata satu perbuatan itu melanggar beberapa ketentuan hukum pidana. Sanksi pidana yang dikenakan terhadap pelakunya adalah hukuman pidana pokok yang paling berat.
Sedangkan concursus realis (meerdaadsche samenloop) adalah seseorang yang melakukan beberapa perbuatan sekaligus. Apabila hukuman pokoknya sejenis, maka satu hukuman saja yang dijatuhkan. Sedangkan apabila hukuman pokoknya tidak sejenis, maka setiap hukuman dari masing-masing perbuatan pidana itu dijatuhkan.

DAFTAR RUJUKAN

Puspa, Yan Pramadya. 1977. Kamus Hukum. Semarang; Aneka Ilmu.
Eutrecht. 1987. Hukum Pidana. Surabaya; Pusaka Tinta Mas.
Soesilo, 1995. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor; Politeia.
Prodjodikoro, Wirjono. 2003. Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia. Bandung; PT. Refika Aditama.
Prodjodikoro, Wirjono. 2003. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. Bandung; PT.Refika Aditama.
Marpaung, Leden. 2006. Asas-Teori-Praktek Hukum Pidana. Jakarta; Sinar Grafika.
Moeljatno, 2008. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Jakarta; PT.Bumi Aksara.

Selasa, 10 Agustus 2010

Dzikir Sebagai Sarana Membersihkan Jiwa

“Tidaklah kalian ketahui bahwa hati hamba-hamba Allah yang beriman itu dibahagiakan oleh Allah dengan banyak berzikir kepada-Nya” (QS Al-Hadid (57) : 16)

Zikir dalam pengertian yang luas adalah kesadaran tentang kehadiran Allah dimana dan kapan saja, serta kesadaran akan kebersamaan-Nya dengan makhluk; kebersamaan dalam arti pengetahuan-Nya terhadap apapun dialam raya ini serta bantuan dan pembelaan-Nya terhadap hamba-hamba-Nya yang taat. Zikir dalam peringkat inilah yang menjadi pendorong utama melaksanakan tuntunan-Nya dan menjauhi larangan-Nya, bahkan hidup bersama-Nya.
Dengan berzikir berarti kita berusaha menggapai rahmat Allah , dan doa para malaikat. Dengan banyak berzikir kepada-Nya, maka sesuai janji Allah, Dia akan menyelamatkan mereka dari semua bentuk kedzaliman, kegelapan dan kemaksiatan. Dalam hadist Abu Hurairah dan Abu Said Al-Khudri dijelaskan bahwa Rasulullah pernah bersabda:
“Tidaklah duduk suatu kaum yang berzikir menyebut nama Allah dan dinaungi para malaikat, dipenuhi mereka oleh rahmat Allah dan diberi ketenangan, karena Allah menyebut-nyebut nama mereka di hadapan malaikat yang ada di sisinya.” (HR Muslim, At-Turmudzi dan Ibnu Majah).

Banyak cara berzikir yang telah dituntunkan oleh Rasulullah kepada hamba-hamba-Nya. Sebagai contoh berzikir secara be-rulang-ulang dengan mengagungkan asma Allah yang lazim pula disebut wirid. Ada juga zikir dengan cara mengeraskan suara seperti adzan, takbiran dan talbiyah. Bisa juga berzikir dalam hati atau sirri. Dapat juga melalui tafakkur diam dengan berusaha memahami penciptaan alam ini dan ada pula berzikir itu setiap saat, baik sewaktu berjalan, duduk, berdiri, sambil bekerja, bahkan ketika berbaring sekalipun.
Karena berzikir adalah penterapian pikiran dan mental agar selalu ingat setiap saat kepada Allah , maka kapan saja dan di mana saja berzikir itu tidak ada halangan atau larangan. Karena dengan demikian akan membangkitkan kesadaran berketuhanan yang tinggi untuk membersihkan jiwa dari kekotoran pikiran. Kita tidak boleh ragu-ragu zikir kita tidak didengar Allah . Kita harus yakinkan diri melalui qolbu kita bahwa Allah itu dekat, bahkan lebih dekat dari urat leher kita. Memang untuk berzikir yang baik itu bukan gampang, tapi tidak pula terlalu sulit. Yang penting harus dilaksanakan.
Menurut ahli zikir, apabila zikir seseorang telah mantap akan terasa perubahan mental dari waktu ke waktu. Setiap hari akan ada perubahan jiwa yang luar biasa terutama kelembutan hati yang terpancar dari tutur sapanya. Ini pula awal pendidikan akhlak mulia yang terbentuk karena pengaruh zikir.
Surat al-Ra'd / 13:28, menyebutkan bahwa dengan mengikat (dzkir) kepada Allah maka hati menjadi tenteram. Dzikir sebagai metode mencapai ketenagan hati dilakukan dengan tata-cara tertentu. Dzikir dipahami dan di ajarkan dengan mengucapkan kalimat-kalimat thayyibah secara keras (dzikr jahr), dan dengan kalimat-kalimat thayyibah yang memfokus, dari kalimat syahadat La ilaha illa Allah ke lafazh Allah dan sampai ke lafazh hu.
Disamping itu, dzikir berkautan erat dengan ketentraman jiwa dan dapat dianalisis secara ilmiah. Dzikir secara lughawi artinya ingat atau menyebut. Jika diartikan menyebut maka peranan lisan lebih dominan, tetapi jika diartikan ingat, maka kegiatan berpikir dan merasa (kegiatan psikologis) yang lebih dominan. Dari segi ini maka ada dua alur pikir yang dapat diikuti:

1. Manusia memiliki potensi intelektual.
Potensi itu cenderung aktif bekerja mencari jawab atas semua hal yang belum diketahuinya. Salah satu hal yang merangsang berpikir adalah adanya hukum kausalitas di muka bumi ini. Jika seseorang melahirkan suatu penemuan baru, bahwa A disebabkan B, maka berikutnya manusia tertantang untuk mencari apa yang menyebabkan B. Begitulah seterusnya sehingga setiap kebenaran yang di temukan oleh potensi intelektual manusia akan diikuti oleh penyelidikan berikutnya sampai menemukan kebenaran baru yang mengoreksi kebenaran yang lama, dan selanjutnya kebenaran yang lebih baru akan ditemukan mengoreksi kebenaran yang lebih lama.
Sebagai makhluk berfikir manusia tidak pernah merasa puas terhadap 'kebenaran ilmiah' sampai ia menemukan kebenaran perenial melalui jalan supra rasionalnya. Jika orang telah sampai kepada kebenaran ilahiah atau terpandunya pikir dan dzikir, maka ia tidak lagi tergoda untuk mencari kebenaran yang lain, dan ketika jiwa itu menjadi tenang, tidak gelisah dan tidak ada konflik batin.
Selama manusia masih memikirkan ciptaan Allah SWT dengan segala hukum-hukumnya, maka hati tidak mungkin tenteram dalam arti tenteram yang sebenarnya, tetapi jika ia telah sampai kepada memikirkan Sang Pencipta dengan segala keagungannya, maka manusia tidak sempat lagi memikirkan yang lain, dan ketika itulah puncak ketenangan dan puncak kebahagiaan tercapai, dan ketika itulah tingkatan jiwa orang tersebut telah mencapai al- nafs al-muthma'innah.

2. Manusia memiliki kebutuhan dan keinginan yang tidak terbatas
Oleh karena itu selama manusia masih memburu yang terbatas, maka tidak mungkin ia memperoleh ketentraman, karena yang terbatas (duniawi) tidak dapat memuaskan yang tidak terbatas (nafsu dan keinginan). Akan tetapi, jika yang dikejar manusia itu Allah SWT yang tidak terbatas kesempurnaan-Nya, maka dahaganya dapat terpuaskan. Jadi jika orang telah dapat selalu ingat (dzikir) kepada Allah maka jiwanya akan tenteram, karena 'dunia' manusia yang terbatas telah terpuaskan oleh rahmat Allah yang tidak terbatas.
Hanya manusia pada tingkat inilah yang layak menerima panggilan-Nya untuk kembali kepada-Nya dan untuk mencapai tingkat tersebut menurut al-Rozi hanya dimungkinkan bagi orang yang kuat potensinya dalam berpikir ketuhanan atau kuat dalam 'uzlah dan kontemplasi (tafakkur)-nya.
Jadi, kata tathma’innu/ menjadi tenteram adalah penjelasan tenang kata beriman. Iman tentu saja bukan sekedar pengetahuan tentang objek iman, karena pengetahuan tentang sesuatu belum dapat mengantar kepada keyakinan dan ketenteraman hati. Dan al-nafs al-muthma'innah adalah nafs yang takut kepada Allah, yakin akan berjumpa dengan-Nya, ridlo terhadap qodlo-Nya, puas terhadap pemberian-Nya, perasaannya tenteram, tidak takut dan sedih karena percaya kepada-Nya, dan emosinya stabil serta kokoh.

KESIMPULAN

Faedah-faedah Dzikir yaitu:
• Meundukkan setan dan menghidupkan hati
• Dzikir menyebabkan Allah ingat kepada ahlinya dan tidak melupakannya.
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu (Aku limpahkan rahmat dan ampunan-Ku kepadamu) , dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (2:152)
• Dzikir membershkan hati dari Dosa
• Dzikir merupakan sarana untuk menurunkan rahmat dari Allah.
• Dzikir Menjadikan Hati Yang Keras Berubah Lunak

Yang menjadi suatu hal penting dalam menerapkan dzikir sebagai sarana membersihkan jiwa yakni bagaimana kita menata adab-adab kita. Adab-adab dalam berdzikir antara lain:
1. Semata-mata niat mengabdikan diri kepada Alloh serta menyadari dan merasa bahwa segala sesuatu gerak-geriknya adalah Alloh yang menciptakn dan menitahkan. ( yakni mengetrapkan “Laahaulaa walaa quwwata illaa Billah”)
2. Hatinya hudlur berkonsentrasi kepada Allah. Sabda Nabi : “ Penerapan ihsan yaitu engkau beribadah kepada Alloh seakn-akn melihat-Nya, maka apabila belum bisa, sadarilah sesungguhnya Alloh melihat kamu ( H.R Bukhori dan Muslim dari Abi Hurairoh )
3. Istihdlor, yakni merasa berada dihadapan Rosuululloh .
4. Tadzallul dan Tadhollum, yakni merasa rendah diri akibat perbuatan dosanya dan merasa berlumuran dosa dan banyak berbuat dholim.
5. Iftiqor, merasa butuh sekali, butuh terhada maghfiroh, perlindungan, dan taufiq-hidayah Alloh, butuh syafa'at Rosululloh.

Sabtu, 24 Juli 2010

Profesi, Profesional, dan Profesionalisme

A. Pendahuluan

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan taufik serta hidayah kepada kita. Yang memberikan kita beribu kenikmatan baik kesehatan, iman dan ikhsan sehingga saya dapat menyelesaikan tugas halaqoh ini dengan baik dan lancar tanpa halangan suatu apapun. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi agung Muhammad SAW yang membawa kita dari zaman gelap gulita ke zaman terang benderang seperti sekarang ini, dan semoga kita tergolong umat yang mendapatkan syafaat di yaumul kiyamah nanti.
Dalam masyarakat yang terrbuka, maksudnya yang para anggota dapat menerima kedatangan anggota dari masyarakat lain, baik dari satu atau lebih dari satu masyarakat, maka akan terjadilah apa yang akan disebut dengan kontak bahasa. Bahasa dari masyarakat yang menerima kedatangan akan saling mempengaruhi dengan bahasa masyarakat yang datang. Hal yang sangat menonjol yang bisa terjadi dari adanya kontak bahasa ini adalah terjadinya atau terdapatnya apa yang disebut bilingualisme, dengan berbagai macam kasusnya, seperti interferensi, integrasi, alih kode dan campur kode.
Berbicara tentang bahasa tentunya kita tidak akan lepas dengan linguistik, linguistik, istilah linguistik berasal dari bahasa : Inggris : Linguistics, Prancis: Lingistique, dan bahasa Latin : Lingua. Linguistik adalah ilmu yang mempelajari bahasa sebagai bahasa.
Dalam linguistik bahasa Indonesia terdapat 4 kajian pokok tentang hal ini.
Pertama fonologi adalah bidang linguistik yang mempelajari, menganalisis dan membicarakan bunyi-bunyi bahasa. Fonologi terbentuk dari kata fon = bunyi dan logi = ilmu
Kedua morfologi ialah bidang kajian linguistik yang membahas tentang kata seluk beluk kata.
Ketiga adalah Sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu “sun” yang berarti “dengan” dan kata “tattein” yang berarti “menempatkan”. Secara etimologi sintaksis berarti menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata / kalimat.
Keempat Semantik merupakan salah satu bidang linguistik yang mempelajari tentang makna.
Dalam hal ini kita akan membahas salah satu kajian linguistik yaitu morfologi.

B. Pembahasan

Kata morfologi berasal dari bahasa Belanda morphologi, bahasa Inggris morphology yang mana terdiri dari dua suku kata yaitu morf: bentuk dan logy, logie: ilmu. Dalam linguistik umum istilah morfologi diartikan sebagai salah satu cabang linguistik yang mengkaji tentang kata dan seluk-beluk di dalamnya. Macam-macam kata dalam bahasa indonesia ada banyak salah satunya adalah kata serapan. Macam-macam kata serapan terbagi menjadi 4 yaitu:

1. Adopsi
Adopsi ialah pemakaian bahasa mengambil bentuk dan makna bahasa asing atau daerah secara mutlak
Contoh : Dari Bhs Sansekerta : Aneka, Asrama, Budaya
Dari Bhs Arab : Abjad. Adil, Akal
Dari Bhs Parsi : Bandar, Daftar, Istana
Dari Bhs Tamil : Kolam, Kuli, Onde – onde
Dari Bhs China : Cawan, Kecap.
Dari Bhs Belanda : Atlas, Bom, Kalender
Dari Bhs Inggris : Dialog, Fatal, Filter.

2. Adaptasi
Adaptasi ialah Pemakaian bahasa/ mengambil bahasa asing lalu menyesuaikannya dalam ejaan yang berlaku
Contoh : Logic Logica Logika
Fanatic Fanatik

3. Terjamahan
Terjamahan ialah Pemakaian bahasa mengambil konsep dari bahasa asing kemudian mencari padanannya dalam Bahasa Indonesia.
Contoh :
Overlap = tumpang tindih
Try Out = uji coba
Pilot Project = proyek rintisan

4. Kreasi
Kreasi ialah Pemakaian bahasa mengambil konsep dari bahasa asing / daerah kemudian dikreasi lagi.
Contoh :
Check Out = Keluar
Check In = Masuk
Effective = Hasil guna
Spare Parts = suku cadang
Kata profesi, profesinal maupun profesinalisme secara sekilas memang Nampak hampir sama, namun ada perbedaan sedikit antara ketiganya.

a. Kata Profesi berasal dari bahasa latin yang mempunyai arti menunjukan suatu bidang pekerjaan yg dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan, tertentu).
Misalnya: Guru, Dokter, Perawat

b. Kata profesional berasal dari bahasa inggris ialah kata yang bersangkutan dengan profesi; dan memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya, serta mengharuskan adanya pengujian kepadanya.
Contoh: Cris John seorang Petinju profesional.
Ibuku mengajar dengan profesional

c. Kata profesionalisme juga berasal dari bahasa inggris yang mempunyai arti mutu, kualitas, dan tindak tanduk yg merupakan ciri suatu profesi atau orang yg profesional.
Contoh: perusahaan kecil perlu ditingkatkan dulu profesionalismenya di waktu sekarang
Profesionalisme guru Indonesia perlu ditingkatkan

C. Penutup

Dari ketiga pengertian diatas dapat disimpulakan bahwa kata profesi, profesional maupun profesionalisme mempunyai kaitan yang erat. yaitu profesi mempunyai arti menunjukan suatu bidang pekerjaan yg dilandasi pendidikan keahlian, professional yang bersangkutan dengan profesi; dan memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya, serta mengharuskan adanya pengujian kepadanya. profesionalisme juga berasal dari bahasa inggris yang mempunyai arti mutu, kualitas, dan tindak tanduk yg merupakan ciri suatu profesi atau orang yg profesional.

Daftar Rujukan

Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta
Badudu, J.S. 2003. Kata-Kata Serapan Asing dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Kompas

Kamis, 01 Juli 2010

FUNGSI DAN TUGAS ILMU PENGETAHUAN

A. Pengertian Ilmu Pengetahuan

Kata ilmu (B. Indonesia) berasal dari bahasa Arab, a’lama yang berarti pengetahuan. Kata ini sering disejajarkan dengan kata science yang arti dasarnya pengetahuan.
Pengetahuan (B. Indonesia) semakna dengan kata knowledge (B. Inggris). Kata ini sering diartikan sebagai sejumlah informasi yang diperoleh manusia melalui pengamatan, pengalaman (empiri) dan penalaran (rasio). Pengetahuan tentu berbeda dengan ilmu atau science terutama dalam pemakaianya. Ilmu lebih menitikberatkan pada aspek teoretisasi dan pengujian.
Oleh karena itu, kebenaran ilmu dapat digeneralisasi, karena ia diperoleh melalui sejumlah penelitian dan pembuktian, sedangkan pengtahuan belum dapat digunakan untuk proses generalisasi karena ia tidak menurut penelitian dan pengkajian lanjutan.
Ada yang mengartikan bahwa Ilmu Pengetahuan adalah Kumpulan pengetahuan yang benar disusun dengan sistem dan metode untuk mencapai tujuan yang berlaku universal dan dapat diuji/diverifikasi kebenarannya.
Ilmu pengetahuan terdiri dari 2 kata, yaitu “Ilmu” dan “Pengetahuan” yang masing-masing mempunyai identitas sendiri-sendiri.
Di kalangan ilmuwan ada keseragaman pendapat, bahwa ilmu itu selalu tersusun dari pengetahuan secara teratur, yang diperoleh dengan pangkal tumpuan tertentu dengan sistematis, metodis, rasional/logis, empiris, umum dan akumulatif. Pengertian pengetahuan sebagai istilah filsafat tidaklah sederhana karena bermacam-macam pandangan dan teori. pendapat diantaranya, yaitu :
 Aristoteles, bahwa pengetahuan merupakan pengetahuan yang dapat diinderai dan dapat merangsang hati.
 Decrates, ilmu pengetahuan merupakan serba budi.
 Bacon dan David Home, bahwa pengetahuan diartikan sebagai pengalaman indera dan batin.
 Immanuel Kant, pengetahuan merupakan persatuan antara budi dan pengalaman.
 Teori Phyroo, mengatakan bahwa tidak ada kepastian dalam pengetahuan.
Dari berbagai macam pandangan tentang pengetahuan diperoleh sumber-sumber pengetahuan berupa ide, kenyataan, kegiatan akal-budi, pengalaman, sintesis budi, atau meragukan karena tak adanya sarana untuk mencapai pengetahuan yang pasti.
Pengetahuan merupakan suatu kata yang digunakan untuk menunjukan apa yang diketahui oleh seseorang tentang sesuatu. Menurut Rapar, ilmu pengetahuan senantiasa memiliki subyek, yakni yang mengetahui, karena tanpa ada yang mengetahui tidak mungkin ada ilmu pengetahuan. Jika ada subyek pasti ada pula obyek, yakni sesuatu yang ihwalnya diketahui atau hendak diketahui. Tanpa obyek, tidak mungkin ada ilmu pengetahuan.

B. Sumber Ilmu Pengetahuan

Sumber pengetahuan yang menjadi kajian pada kali ini adalah aspek-aspek yang mendasari lahirnya ilmu pengetahuan yang berkembang dan mungkin muncul ditengah kehidupan umat manusia masa lalu dan masa kini. Pentingnya mengkaji sumber ilmu pengetahuan didasarkan atas: 1) Adanya perbedaan pandangan dikalangan filosof dan saintis tentang apa yang menjadi sumber ilmu; dan 2) perbedaan itu ternyata berkonsekwensi pada berbedanya paradigma yang dianut oleh masing-masing komunitas mmasyarakat dalam memandang dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan.
Dikalangan filosof dan saintis Muslim berkembang sebuah pemikiran bahwa sumber utama ilmu pengetahuan adalah wahyu yang termanifestasi dalam bentuk al-Qur’an dan sunnah Nabi. Tentu selain sumber empiris-yang faktual/induktif dan rasional/deduktif.
Berbeda dengan sumber ilmu dalam islam, dikalangan filosof dan saintis barat, sumber ilmu pengetahuan dibatasi hanya pada dua sumber utama. Kedua sumber ilmu pengetahuan yang ada di komunitas masyarakat terakhir ini adalah pengetahuan yang lahir atas pertimbangan rasio (akal/deduksi) dan pengetahuan yang dihasilkan melalui pengalaman (empiris/induksi). Sumber pengetahuan yang mendasari kebenaran pada pengalaman ini diistilahkan dengan empirisme, sedangkan kebenaran yang pertimbangannya pada rasio dikenal dengan istilah rasionalisme.
Mengenai sebab-musabab pengetahuan, juga bersangkutan erat dengan masalah sumber-sumber pengetahuan. Dikenal ada beberapa sumber, yaitu kepercayaan berdasarkan tradisi, adat-istiadat dan agama; kesaksian orang lain; pancaindran (pengalaman); akal, pikiran; dan intuisi.

C. Ciri-ciri Ilmu Pengetahuan

Pengetahuan yang bagaimanakah yang membedakan antara pengetahuan ilmiah dengan pengetahuan lainnya? Jawaban dari pertanyaan ini adalah tidak dapat secara langsung dituturkan, melainkan kita harus melihat terlebih dahulu persoalan yang sesungguhnya yang membedakan ilmu dari pengetahuan lainnya.
Ilmu pengetahuan atau pengetahuan ilmiah menurut The Liang Gie mempunyai lima ciri pokok, yaitu:
1. Empiris, pengetahuan itu diperoleh berdasarkan pengamatan dan percobaan.
2. Sistematis, berbagai keterangan dan data yang tersusun sebagai kumpulan pengetahuan itu mempunyai hubungan ketergantungan dan teratur.
3. Objektif, ilmu berarti pengetahuan itu bebas dari prasangka perseorangan dan kesukaan pribadi.
4. Analitis, pengetahuan ilmiah berusaha membeda-bedakan pokok soalnya ke dalam bagian yang terperinci untuk memahami berbagai sifat, hubungan, dan peranan dari bagian-bagian itu.
5. Verifikatif, dapat diperiksa kebenarannya oleh siapa pu juga.

Van Meslen mengemukakan ada delapan ciri yang menandai ilmu, yaitu sebagai berikut:
1. Ilmu pengetahuan secara metodis harus mencapai suatu keseluruhan yang secara logis koheren. Itu berarti adanya sistem dala penelitian (metode) maupun harus (susunan logis).
2. Ilmu pengetahuan tanpa pamrih, karena hal itu erat kaitannya dengan tanggung jawab ilmuan.
3. Universalitas ilmu pengetahuan.
4. Objektivitas, artinya setiap ilmu terpimpin oleh objek dan tidak didistori oleh prasangka-prasangka subjektif.
5. Ilmu pengetahuan harus dapat diverifikasi oleh semua peneliti ilmiah yang bersangkutan, karena itu ilmu pengetahuan harus dapat dikomunikasikan.
6. Progresivitas, artinya suatu jawaban ilmiah baru bersifat ilmiah sungguh-sungguh, bila mengandung pertanyaan baru dan menimbulkan problem baru lagi.
7. Kritis, artinya tidak ada teori yang definitif, setiap teori terbuka bagi suatu peninjauan kritis yang memanfaatkan data-data baru.
8. Ilmu pengetahuan harus dapat digunakan sebagai perwujudan kebertautan antara teori dengan praktis.

D. Fungsi Ilmu Pengetahuan

Sir Richard Gregori mengatakan bahwa ilmu pengetahuan itu tidak dimaksudkan untuk mendirikan atau merobohkan suatu bagian tertentu dari kepercayaan atau iman, tetapi hanya untuk menguji dengan kritis apa saja yang datang kepadanya di dalam dunia wajar dan untuk mengakui dengan jujur.
Descartes, seorang sarjana ilmu pegetahuan yang membedakan antara nyawa dengan badan, berkata bahwa mempelajari ilmu pengetahuan agar suapaya mengetahui bagaimana membedakan antara benar dan palsu hingga sejelas-jelasnya.
R.B.S. Fudyartanta, dosen psikologi di Universitas Gajah Mada, menyebutkan ada empat macam fungsi ilmu pengetahuan, yaitu:
1. Fungsi Deskriptif: menggambarkan, melukiskan dan memaparkan suatu objek atau masalah sehingga mudah dipelajari oleh peneliti.
2. Fungsi Pengembangan: melanjutkan hasil penemuan yang lalu da menemukan hasil ilmu pengetahuan yang baru.
3. Fungsi Prediksi: meramalkan kejadian-kejadian yang besar kemungkinan terjadi sehingga manusia dapat mengambil tindakan-tindakan yang perlu dalam usaha menghadapinya.
4. Fungsi Kontrol: berusaha mengendalikan peristiwa-peristiwa yang tidak dikehendaki.
Tegasnya fungsi ilmu pengetahuan ialah untuk kebutuhan hidup manusia di dalam berbagai bidangnya.

E. Tugas Ilmu Pengetahuan

Jaman dulu orang cukup bisa hidup dengan pengetahuan langsung atau pengetahuan sehari-hari. Sekarang dan masa yang akan datang, manusia hanya akan bisa hidup dan mengembangkan kehidupannya dengan ilmu pengetahuan praktis yang mampu menciptakan teknologi mutakhir yang tepat guna (dengan tanpa meninggalkan prinsip-prinsip yang terkandung dalam ilmu pengetahuan teoritis murni dan filsafat). Dengan demikian ilmu pengetahuan praktis semakin memberikan sifat khusus kepada manusia dewasa ini. Adapun tugas ilmu pengetahuan yaitu antara lain Pertama : adalah dorongan ingin tahu (curiosity) yang dimiliki oleh semua manusia normal Kedua : adalah keinginan praktis dari pengetahuan yang diperoleh dari perenungan dan penyelidikan-penyelidikan. Dalam terminology ilmiah tugas-tugas ilmu pengetahuan antara lain sebagai berikut:
1. Tugas Exsplanatif/tugas mengadakan Explanation (tugas menerangkan gejala-gejala alam). Tujuan pokok dari penyelidikan-penyelidikan ilmiah tidak semata-mata untuk melukiskan (menggandakan deskripsi) gejala-gejala melainkan juga menyediakan keterangan-keterangan tentang gejala-gejala itu.
2. Tugas Prediktif/tugas mengadakan prediction (tugas meramal kejadian-kejadian alam dimasa depan)
3. Tugas Kontrol atau tugas mengadakan Kontrol (Tugas mengendalikan peristiwa-peristiwa yang bakal datang) Ilmu pengetahuan tidak hanya bertugas membeberkan kejadian-kejadian dan menyediakan hukum atau dalil untuk meramalkan kejadian-kejadian dimasa depan, tetapi juga bertugas mengontrol kejadian-kejadian yang makin banyak jumlahnya, yang dimaksud dengan mengontrol atau mengendalikan adalah mempermainkan kondisi-kondisi untuk menimbulkan kejadian-kejadian yang diinginkan.


Daftar Rujukan

Anshari, Endang Saifuddin. Ilmu, Filsafat & Agama. Bandung: PT Bina Ilmu.

Sumarna Cecep. 2006. Filsafat Ilmu: Dari Hakikat Menuju Nilai. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.

Surajiyo. 2007. Filsafat Ilmu & Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksar.

Suhartono Suparlan. 2005. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Soetriono dan SRDm Rita Hanafie. 2007. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Penerbit Andi.

http://www.skripsi.org/forum/viewtopic.php?f=10&t=57. Di akses pada hari rabu tanggal 11 Februari 2010.

http://alawy.ngeblogs.com/2009/12/26/ilmu-pengetahuan-teknologi-dan-kemiskinan/. Di akses pada hari rabu tanggal 11 Februari 2010.

Selasa, 29 Juni 2010

KONSULTAN

KONSULTAN

A. Pendahuluan

Manusia adalah makhluk sosial, di mana mereka akan selalu berinteraksi satu sama lain. Dari pola interaksi ini tentunya akan menyebabkan terjadinya gesekan-gesekan dalam setiap aktifitas yang mereka jalani. Berawal dari sinilah akan muncul banyak permasalahan hidup yang kompleks, baik yang berhubungan antar individu maupun kelompok dan tentunya hal ini membutuhkan penyelesaian dan jalan keluar. Apalagi di era globalisasi dan pasar bebas ini seseorang dituntut untuk bisa bersaing dengan yang lain. Sehingga untuk memecahkan permasalahan, mereka terkadang membutuhkan pertimbangan ataupun nasehat dari orang lain. Dan berawal dari sinilah banyak muncul jasa konsultan untuk membantu menyelesaikan problematika yang kompleks tersebut.
Jasa konsultan merupakan pemberian advice (petunjuk, pertimbangan, atau nasihat) profesional dalam suatu bidang usaha, kegiatan, atau pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga ahli atau perkumpulan tenaga ahli, yang tidak disertai dengan keterlibatan langsung para tenaga ahli tersebut dalam pelaksanaannya.
Seorang konsultan biasanya seorang ahli atau profesional dalam bidang tertentu dan memiliki pengetahuan yang luas tentang subjek.. konsultan biasanya bekerja untuk sebuah perusahaan konsultan atau bekerja sendiri, Tiap konsultan memiliki filosofi dan framework yang berbeda satu sama lain. Baik itu konsultan individu maupun konsultan yang tergabung dalam perusahaan jasa konsultan. Namun, secara umum, konsultan melakukan pekerjaan seperti pitching, riset, analisis, dan report writing. Siklus tersebut berjalan terus menerus dan berulang.
Adapun macam-macam konsultan yang banyak muncul diantaranya adalah konsultan keuangan, pajak, arsitektur, manajemen, hukum, pendidikan, bisnis, perkawinan dan lain sebagainya. Akan tetapi dalam paper yang sederhana ini tidak akan membahas satu persatu jenis konsultan di atas. Melainkan pembahasan kali ini lebih difokuskan pada gambaran konsultan secara umum.



B. Pembahasan

1. Definisi Konsultan
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, konsultan ialah ahli yang tugasnya memberi petunjuk, pertimbangan, atau nasihat dalam suatu kegiatan (penelitian, dagang, dsb); penasihat
Konsultan adalah seorang tenaga profesional yang menyediakan jasa nasehat ahli dalam bidang keahliannya, misalnya akuntansi, lingkungan, biologi, hukum, dan lain-lain. Perbedaan antara seorang konsultan dengan ahli 'biasa' adalah sang konsultan bukan merupakan karyawan di perusahaan sang klien, melainkan seseorang yang menjalankan usahanya sendiri atau bekerja di sebuah firma konsultasi, serta berurusan dengan berbagai klien dalam satu waktu. Namun, satu hal yang pasti, konsultan adalah pemecah masalah.

2. Langkah-Langkah Konsultan
a. Mengidentifikasi Masalah.
Kita datang kepada seorang konsultan karena kita memiliki masalah. Untuk masalah fisik, kita pergi ke dokter. Untuk masalah psikis, kita pergi ke psikolog atau psikiater. Untuk masalah hukum, kita mengunjungi ahli hukum. Untuk masalah keuangan, kita pergi ke konsultan keuangan. Jadi, seorang konsultan senantiasa bergelut dengan masalah para pelanggannya.
b. Mendiagnosis Masalah
Kapan masalah muncul, apa saja gejalanya, apa pemicunya, mengapa demikian. Diagnosis menyeluruh secara objektif ini dilakukan untuk mengidentifikasi akar masalah yang dihadapi ”pasien”. Dalam setiap pekerjaan, kita pasti menghadapi masalah. Jika ingin sukses, jangan lari dari masalah tersebut. Jangan pula mencoba untuk menutup-nutupinya. Sebaliknya, tangani masalah dengan sikap seorang konsultan. Diagnosis gejalanya secara menyeluruh untuk mengidentifikasi akar permasalahan yang dihadapi.


c. Menawarkan Opsi Jalan Keluar.
Jika akar permasalahan sudah berhasil ditemukan, akan lebih mudah bagi seorang konsultan untuk menawarkan opsi jalan keluar ataupun penyembuhan dari masalah yang dihadapi pelanggan. Seorang konsultan yang baik umumnya tidak memaksakan satu opsi jalan keluar. Ia akan membantu pelanggan untuk memilih satu opsi dari beberapa alternatif jalan keluar yang ditawarkan. Tiap alternatif diikuti dengan konsekuensi yang mengikutinya sehingga pelanggan lebih siap untuk memilih yang terbaik. Demikian pula dengan apa yang bisa kita lakukan di tempat kerja. Dalam memikirkan dan menawarkan jalan keluar, kita harus mempertimbangkan berbagai aspek yang terkait dalam tiap solusi agar solusi bisa dijalankan dengan sukses. Jika kita bisa diandalkan untuk memberikan jalan keluar, pasti kita akan mendapat perhatian dan dukungan dari banyak orang untuk meraih sukses. Misalnya, jika kita bergerak di bidang asuransi, tawarkanlah berbagai opsi perlindungan untuk masa depan (perlindungan terhadap kesehatan, hari tua, pendidikan anak). Jika kita bergerak di industri sepatu olahraga, tawarkanlah opsi berolahraga dan bergerak dengan nyaman dan sehat melalui sepatu yang kita produksi. Fokus pada satu keunggulan. Menurut Vince Lombardi, mutu kehidupan seseorang ditentukan oleh kedalaman komitmen orang tersebut pada satu keunggulan, apa pun bidang yang dipilihnya. Demikian pula dengan seorang konsultan. Konsultan mempunyai spesialisasi terhadap satu bidang, dan berusaha menjadi unggul dalam bidang tersebut. Banyak orang sukses yang fokus pada satu keunggulan, sehingga ia menjadi sangat baik pada bidang tersebut. Misalnya: Leonardo da Vinci yang memiliki berbagai talenta, memfokuskan diri untuk unggul pada karya seni. Bagaimana dengan kita? Kita harus segera memutuskan untuk menjadi yang terbaik pada apa pun bidang yang telah kita pilih untuk kita tekuni. Komitmen yang kuat untuk menjadi sangat baik atas apa yang kita kerjakan, dapat menjadi titik yang menentukan untuk meraih sukses dalam hidup kita menjadikan segalanya lebih baik. Walaupun segala sesuatu sudah berjalan baik (tidak ada masalah), bukan berarti tidak ada kesempatan untuk menjadikannya lebih baik, lebih mudah, lebih sederhana, lebih cepat selesai, lebih banyak, lebih unggul dalam kualitas, ataupun lebih praktis. Pada prinsipnya, seorang konsultan diharapkan dapat menawarkan perubahan ke arah yang lebih baik. Bagaimana penerapannya dalam pekerjaan kita sehari-hari? Jangan puas terhadap apa pun yang ada saat ini. Pastikan bahwa kita senantiasa menggulirkan perubahan ke arah yang lebih baik: menjadikan proses kerja lebih cepat, hasil kerja lebih baik, pesanan lebih banyak, keuntungan lebih besar.
3. Prinsip-Prinsip Konsultan
Tidak mudah memang untuk bertindak sebagai seorang konsultan untuk meraih sukses. Seringkali kita cenderung untuk bertindak sebagai seorang ”diktator” yang ingin memaksakan kehendak, dan memfokuskan pada kepentingan sendiri, bukan kepentingan ”pelanggan” yang kita layani. Untuk dapat bertindak sebagai seorang konsultan yang sukses, ada lima prinsip dasar yang bisa kita terapkan, yaitu:
a. Masalah adalah kesempatan.
Mendengar kata masalah saja, banyak orang sudah gemetar. Jika mungkin, banyak orang yang ingin lari saja dari masalah, atau jika masalah tidak terhindarkan, masalah tersebut disembunyikan dari publik. Tidak demikian dengan seorang konsultan. Konsultan bahkan ”hidup” dari masalah. Bagi seorang konsultan, masalah adalah kesempatan yang membuka jalan untuk berbisnis dan meraih sukses. Jadi, ketika menghadapi masalah, seorang konsultan akan tertantang untuk menyelesaikannya. Jika ingin sukses seperti seorang konsultan, jangan takut terhadap masalah.
b. Solusi adalah keunggulan.
Jika masalah adalah kesempatan untuk berbisnis guna meraih sukses, maka bagi seorang konsultan, solusi adalah ”keunggulan” yang bisa ditawarkannya bagi pelanggan. Jadi, solusi memegang peran penting dalam berbinis. Pentingnya peranan sebuah solusi yang ditawarkan, menjadikan seorang konsultan menaruh perhatian besar untuk senantiasa menawarkan solusi yang unggul, yang lebih unggul dari para pesaingnya di industri yang sama. Untuk itu, seorang konsultan bersedia mendedikasikan tenaga, pikiran, dan sarana untuk mendapatkan solusi yang terbaik bagi masalah yang dihadapi oleh pelanggan. Demikian pula dengan kita yang ingin meraih sukses. Kita harus berusaha menawarkan solusi yang terbaik (bukan yang biasa-biasa saja).
c. Pengetahuan adalah aset.
Agar dapat menawarkan solusi yang unggul, diperlukan pengetahuan yang kaya terhadap setiap permasalahan yang dihadapi. Jadi, pengetahuan harus senantiasa di-upgrade (diperbarui, dilengkapi, dan ditingkatkan), agar keunggulan dalam memberikan solusi bisa selalu terjaga.
Bagaimana caranya? Tentu saja dengan pembelajaran berkelanjutan. Banyak yang bisa kita lakukan untuk meningkatkan pengetahuan, antara lain: bergabung dengan 10% yang terbaik di bidang yang kita tekuni, membaca berbagai jenis bacaan yang langsung terkait dengan bidang kita, menghadiri berbagai diskusi, pelatihan, seminar yang menunjang keahlian kita, ataupun bersikap terbuka untuk belajar dari orang lain.
Semakin banyak pengetahuan kita, semakin luas wawasan kita, semakin tajam analisis kita, maka semakin unggul solusi yang kita tawarkan. Dengan demikian semakin percaya orang lain akan kualitas kita untuk menawarkan solusi.
d. Pertanyaan adalah senjata.
Bagi seorang konsultan yang senantiasa bergelut dengan berbagai masalah yang dihadapi oleh kliennya, pertanyaan adalah senjata yang ampuh untuk mendapatkan Solusi. Seorang konsultan akan terus bertanya ”Mengapa?” tidak hanya satu kali, tetapi beberapa kali, sampai tidak ada lagi yang bisa dipertanyakan. Setiap pertanyaan membuka kesempatan untuk menemukan alternatif jalan keluar. Pertanyaan bisa ditujukan pada diri sendiri, orang lain, ataupun pelanggan. Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini menjadikan segalanya lebih jelas, sehingga lebih mudah untuk menyusun strategi mencari jalan keluar.
Sikap ”ingin tahu” yang melahirkan serentetan pertanyaan perlu kita adopsi untuk melengkapi kita dengan senjata pengetahuan yang unggul.
e. Kepercayaan adalah modal usaha.
Kepercayaan adalah modal utama dari sebuah usaha konsultasi. Tanpa adanya rasa percaya pelanggan pada konsultan, usaha ini akan hancur. Masyarakat akan menghubungi seorang konsultan, karena ada rasa percaya pada konsultan tersebut. Untuk itu, seorang konsultan akan senantiasa memupuk kepercayaan dengan bertindak profesional dan menunjukkan integritas yang tinggi.
Ia tidak akan berbohong hanya untuk mendapatkan uang semata. Ia juga tidak akan mengorbankan kualitas karena mengejar kuantitas ataupun target bisnis semata.
Jika memang ada masalah yang sulit diselesaikannya sendirian, pasti ia akan merekomendasikan klien untuk menghubungi ahli lain yang bisa membantu klien tersebut. Konsistensi dalam perkataan dan perbuatan juga dilakukan untuk memupuk kepercayaan.
Demikian pula dengan kita di tempat kerja. Untuk membuat orang lain mendukung kita, kita perlu menjadikan kepercayaan sebagai modal usaha. Menurut Brian Tracy, seorang konsultan bisnis yang sukses, kita sebaiknya jangan pernah melakukan atau mengatakan sesuatu yang tidak kita yakini sebagai hal yang benar,baik, dan jujur.
Kita juga dianjurkan untuk tidak mengkompromikan integritas kita demi apa pun, dan agar kita bertindak sesuai dengan standar tertinggi yang kita kenal. Jadi, untuk meraih sukses, kita perlu mengambil keputusan untuk secara konsisten menjunjung tinggi integritas kita yang dapat menumbuhkan kepercayaan orang lain.
Apa pun bidang usaha yang kita tekuni, apa pun produk ataupun jasa yang kita tawarkan, kita perlu mengadopsi sikap seorang konsultan dan prinsip dasar yang diterapkannya. Dengan bertindak sebagai seorang konsultan, kita bisa meraih sukses dengan menjadikan produk dan jasa yang kita tawarkan bukan semata sebagai ”barang dagangan”, tetapi sebagai solusi atas masalah yang dihadapi pelanggan.

4. Macam-Macam Konsultan
a) Human Resources (HR) Consulting
Adalah konsultan yang memfokuskan diri pada upaya-upaya untuk memaksimumkan value SDM perusahaan dengan menempatkan the right people with the right skills in the right roles. Hal ini disadari mengingat kini perusahaan banyak berinvestasi pada human capital dan berharap banyak dari investasi tersebut.
Keterlibatan konsultan ini bisa dimulai sejak proses rekrutmen, melakukan training dan development, memberkan jasa konseling, menyusun benefit’s package dan compensation sttructure, membangun kultur dan komunikasi dalam perusahaan, dan sebagainya. Beberapa contoh konsultan bidang ini seperti Hewitt Associates, Towers Perrin, Watson Wyatt Worldwide, dan Mercer HR Consulting.
b) Information Technology (IT) Consulting
American Management Systems, Accenture, Cambridge Technology Partners, Computer Sciences Corporation, dan Electronic Data Systems (EDS) adalah contoh leading IT consulting firms. Mereka menangani permasalahan bisnis yang kental dengan isu-isu teknis dari sistem/teknologi informasi. Mereka bertanggung jawab mulai dari proses analisis, desain, hingga impelementasi sistem, untuk memastikan solusi tersebut align dengan proses bisnis mereka.
Contoh task project yang ditangani oleh IT consulting firms misalnya menguji vulnerability sistem internet banking sebuah bank, instalasi dan troubleshooting modul-modul ERP, menangani konversi database pelanggan ke server berbasis Oracle, dan sebagainya.
c) E-Consulting
Adalah konsultan yang concern pada permasalahan yang terkait dengan e-business dan e-commerce dalam skala yang luas. E-business biasanya me-refer pada kegiatan bisnis yang dijalankan secara online, sementara e-commerce umumnya merupakan kegiatan yang melibatkan transfer unit moneter melalui media elektronik/internet. Beberapa konsultan bidang ini antara lain Digitas, Razorfish, dan Sapient. Mereka memiliki spesialisasi mulai dari front-end design (programming, desain grafis) hingga valuasi, branding, marketing, jasa B2B, dan sebagainya.
d) Boutique Consulting Firms
Umumnya fokus menurut bidang yang ditangani, walaupun tidak selalu kecil menurut ukuran atau jumlah karyawan. Konsultan ini biasanya hanya berfokus pada industri tertentu, fungsi bisnis tertentu, atau menggunakan metodologi tertentu. Perkerjaan yang ditangani pun sangat spesifik, misalkan membantu Departemen BUMN untuk menyusun struktur privatisasi dan membuka tender, melakukan turnaround sebuah perusahaan telekomunikasi yang mengalami kesulitan keuangan dan terancam bangkrut, atau melakukan process reengineering pada perusahaan otomotif dalam membuat implementasi standar bagi suppliernya.
Beberapa ontoh konsultan ini seperti Charles River Associates (fokus pada bidang ekonomi dan jasa litigasi), L.E.K Consulting (menangani strategi bisnis, merger dan akuisisi), atau Marakon Associates (fokus pada shareholder value methodology).
e) Internal Consulting Firms
Daripada membayar konsultan outsider dengan billing rate mahal, beberapa perusahaan memilih untuk membuka unit konsultan internal. Mereka biasanya disebut “internal consulting” atau, dalam beberapa kasus, “corporate strategy” atau “strategic planning“. Misalnya sebuah perusahaan migas besar ingin meng-hire mitra kerja untuk menangani distribusi dan pemasaran unit hilir dalam jangka panjang, maka konsultan internallah yang menangani masalah semacam itu.
Berbeda dengan konsultan lain, konsultan internal dibayar berdasar gaji (tetap) dan umumnya tidak memerlukan perjalanan luar kota/luar negeri secara intens. Amex mempunyai divisi yang mereka sebut sebagai American Express Strategic Planning Group. Johnson & Johnson punya divisi Decision Sciences Group. JP Morgan Chase menyebutnya JP Morgan Chase Internal Consulting Services.Cargill menyebutnya sebagai Cargill Strategy and Business Development.
.
C. Penutup
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat kita ambil beberapa poin penting:
1. Konsultan adalah seorang tenaga profesional yang menyediakan jasa nasehat dalam bidang keahliannya, misalnya akuntansi, lingkungan, biologi, hukum, pendidikan, arsitektur, perusahaan dan lain-lain.
2. Seorang konsultan merupakan orang yang ahli atau profesional dalam bidang tertentu dan memiliki pengetahuan yang luas tentang subjek.. konsultan biasanya bekerja untuk sebuah perusahaan konsultan atau bekerja sendiri,
3. Ada lima prinsip dasar yang harus dimiliki seorang konsultan, yaitu:
a. Masalah adalah kesempatan
b. Solusi adalah keunggulan.
c. Pengetahuan adalah aset
d. Pertanyaan adalah senjata
e. Kepercayaan adalah modal usaha




Daftar Rujukan

Wibisono, Budi. (2005). Menjadi Konsultan Handal. Jakarta: Rineka Cipta.
Tracy, Brian (2001). Business Development. Canada: Express.
Devas Nick (1999). Financing Local Government, Planning and Administration. Iula: Ohio Univercity.
Johan Arimukti. (2001). Etika Bisnis; Langkah Awal Menuju Kesuksesan. Jakarta: Rajawali Press.
Hadimulyono Siregar. (2002). Tantangan Era Globalisasi. Yogjakarta: Pustaka Pelajar.
Toha Zaenuddin dkk. (2000). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Surabaya: Apollo.