Rabu, 29 Juni 2011

Hukum Acara Pidana yang Berlaku di Indonesia

I. Pengertian
Hukum Acara Pidana di Indonesia saat ini telah diatur dalam satu undang-undang yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yakni Undang-Undang No.8/1981, berlaku sejak 31 Desember 1981
Menurut Anonymous (2011) menyebutkan bahwa hokum acara pidana Indonesia adalah hukum yang mengatur tentang tata cara beracara (berperkara di badan peradilan) dalam lingkup hukum pidana. Hukum acara pidana di Indonesia diatur dalam UU nomor 8 tahun 1981.

II. Sejarah Perkembangan Hukum Acara Pidana di Indonesia

a. Sebelum Masa Kolonial Sebelum Abad 16
1) Sebelum masuknya agama Islam
Pada masa awal, penduduk nusantara tidak membedakan antara hukum acara pidana dan hukum acara perdata. Penduduk nusantara menggunakan hukum adat untuk menyelesaikan masalah pidana maupun perdata di kalangan mereka. Cara pembuktian yang digunakan sering kali menggunakan kekuatan kekuatan gaib.
Bentuk-bentuk sanksi hukum pada masa itu ( dihimpun kemudian dalam Pandecten van het Adatrecht bagian X) yakni sbb;
 penggantian kerugian ”immaterieel” dalam berbagai rupa, misalnya paksaan menikahi gadis yang telah dicemarkan,dsb.
 Bayaran uang adat kepada orang yang terkena,yang berupa benda sakti sebagai ganti kerugian rohani.
 Selamatan untuk membersihkan masyarakat dari kotoran gaib (buang sial, dsb).
 Penutup malu/permintaan maaf.
 Rupa-rupa hukuman badan sampai dengan hukuman mati.
 Pengasingan dari masyarakat/peletakan orang di luar tata hukum adat (dibuang/tidak dianggap anak,dsb)

2) Saat Masuknya Agama Islam
Setelah masuknya agama Islam, mulailah diberlakukannya hukum Islam untuk menyelesaikan masalah hukum di antara penduduk. Pada masa ini, mulai diadakan pembedaan antara masalah pidana dan masalah perdata. Cara penyelesaian sengketa selalu berpedoman kepada Al Quran, hadits dan hasil ijtihad.

b. Pada Masa Kolonial (Abad 16-17 Agustus 1945)
1) Belanda
Hukum yang berlaku di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh Belanda yang datang ke Indonesia di mana mulai diberlakukannya hukum tertulis di Indonesia. Pada zaman VOC diatur mengenai undang-undang tanah jawa pada tahun 1747 (javasche wetten), kmudian Daendels dan Raffles meneruskan usaha ini dengan terus mempelajari hukum adat.
2) Prancis
Pada saat Belanda dijajah Perancis, diberlakukanlah hukum Perancis di Belanda yang berdampak pada keberlakuan hukum tersebut di Indonesia sebagai negara jajahan Belanda
3) Belanda
Setelah lepas dari jajahan Perancis, dikeluarkanlah firman raja untuk membentuk peraturan perundang-undangan baru yang diberlakukan di Indonesia dengan adanya asas konkordansi. Hukum acara pidana saat itu disebut hukum acara kriminil (HIR dan IR). Maka dibentuklah HIR yang diberlakukan di kota-kota besar dan IR di kota-kota lainnya). Ada pembedaan peradilan bagi kaum Eropa dan golongan Bumi Putera.
4) Jepang
Tidak ada perubahan dalam peraturan perundang-undangan kecuali dalam hal dihapusnya peradilan bagi golongan Eropa. Diatur bahwa Herziene Inlands Reglement berlaku untuk Pengadilan Negeri (tihoo hooin) Reglement voor de Buitengeswesten berlaku untuk Pengadilan Tinggi (kotoo hooin) dan Landgerechtsreglement berlaku untuk Pengadilan Agung (saiko hooin).
c. Pada masa kemerdekaan (17 Agustus 1945-sekarang)
1) Orde lama
Pada masa ini, peraturan Belanda masih dipakai dengan berlakunya pasal II aturan peralihan UUD 1945, dimana segala badan negara dan peraturan perundangan yang ada masih berlaku selama belum ada yang baru yang diatur menurut Undang-undang. Undang2 yang mengatur acara pidana yaitu UU No:7/1947 tentang Kuasa Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung.
Zaman RIS dihasilkan beberapa ketentuan sebagai berikut;UU No:1/ 1950 LN 1950 No:30 dibentuk Mahkamah Agung di Jakarta dan Jogjakarta; menggantikan Hoogerechtshof.
UU No:18/1950 LN 1950 Nomer 27  landrechter di jakarta diganti menjadi Pengadilan Negeri.
Appleraad di Jakarta diganti menjadi Pengadilan Tinggi.
Dengan UU darurat ini telah diadakan unifikasi hukum acara pidana, yaitu;
• Acara pidana sipil untuk PN dan PT,dan berpedoman pada HIR.
• Acara pidana ringan berlaku Landrechtsreglement Sbld 1914 No:317 jo sbld 1917 No:323.
• Acara untuk banding diatur dalam pasal 7 s/d 20 UU darurat No:1/1951.
2) Orde baru
Dalam sejarahnya HIR buatan Belanda tidak memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat Indonesia maka mulai diadakanlah perancangan Hukum Acara Pidana yang baru.

III. Sejarah Pembentukan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Indonesia
Pada masa orde baru, terbukalah kesempatan untuk membuat peraturan perundang-undangan. Oleh sebab itu, dibentuklah di departemen kehakiman suatu panitia untuk menyusun RUU Hukum Acara Pidana. Ada 13 pokok masalah yang dituangkan dalam materi undang-undang. Dalam perancangannya, hukum acara pidana Indonesia didasarkan pada HIR.
Awalnya dibentuk panitia yang diketuai Oemar Seno Adji;1968 yang berhasil menyusun Rencana UU Hukum Acara Pidana. Kemudian disempurnakan oleh Mochtar Kusumaatmadja yang menggantikan Oemar Seno adjie menjadi menteri kehakiman,1974. Lalu diteruskan oleh Moedjono. Tim Sinkronisasi kemudian menelorkan RUU KUHAP yang disetujui sidang gabungan tim bersama-sama dengan DPR di gedung DPR Pusat pada tanggal 9 september 1981.
Hal-hal signifikan yang perlu diperhatikan dalam RUU KUHAP tahap akhir, ialah:
- Hilangnya kewenangan Kejaksaan (seperti yang tercantum dalam HIR) untuk menyidik.
- Diadakannya perubahan KUHAP dalam kurun waktu dua tahun setelah pengesahan KUHAP (pasal 284 ayat (2)).
RUU KUHAP disahkan oleh sidang paripurna DPR pada tanggal 23 September 1981, dan kemudian disahkan oleh presiden menjadi undang-undang pada tanggal 31 Desember 1981.

IV. Sumber - Sumber Hukum Acara Pidana Indonesia

1. UUD 1945 dalam Pasal 24 ayat (1)
UUD 1945 dalam Pasal 24 ayat (1) “Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut undang-undang”, dan Ayat (2) “Susunan dan badan-badan kehakiman itu diatur dengan undang-undang”.
Dalam Pasal 25 menyatakan “Syarat-syarat untuk menjadi dan diberhentikan sebagai hakim ditetapkan dengan undang-undang”, dalam penjelasan Pasal Pasal 24 dan 25 dijelaskan “Kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Berhubung dengan itu harus diaadakan jaminan dalam undang-undang kedudukanya para hakim”.
Dalam Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 “Segala lembaga negara yang ada masih tetap berfungsi sepanjang untuk melaksanakan UUD dan belum diadakan yang baru menurut undang-undang dasar ini”.
2. Kitap Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
KUHAP atau Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana. Peraturan yang menjadi dasar sebelum berlakunya Undang-Undang ini adalah Herzien Inlandsch Reglement (HIR) atau Reglemen Indonesia yang diperbaharui (RIB) (Staadsblad Tahun 1941 Nomor 44) yang berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951.
Dengan berlakunya KUHAP maka untuk pertama kalinya di Indonesia di adakan kodifikasi dan unifikasi yang lengkap dalam arti meliputi seluruh proses pidana dari awal (mencari kebenarasn) sampai pada kasasi di Mahkamah Agung, bahkan sampai (herziening).
3. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No. 2 /1986 Tentang Peradilan Umum jo. Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 2/1986 Tentang Peradilan Umum.

4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung jo. Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung jo. perubahan kedua dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009.

5. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, pada saat Undang-Undang ini berlaku, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4358) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
6. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang mulai berlaku sejak diundangkan tanggal 5 April 2003.
7. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997 Tentang Kepolisian Republik Indonesia.
8. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
9. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Pokok Perbangkan, khususnya Pasal 37 jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.
10. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang – Undang ini mengatur acara pidana khusus untuk delik korupsi. Kaitannya dengan KUHAP ialah dalam Pasal 284 KUHAP. Undang - Undang tersebut dirubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
11. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1970 Tentang Tata Cara Tindakan Kepolisian terhadap anggota MPRS dan DPR Gotong Royong. Undang-Undang ini masih berlaku dan kata MPRS seharusnya dibaca MPR, sedangkan DPR seharusnya tanpa Gotong Royong.
12. Undang-Undang Nomor 5 (PNPS) Tahun 1959 Tentang Wewenang Jaksa Agung/Jaksa Tentara Agung dan memperberat ancaman hukuman terhadap tindak pidana tertentu.
13. Undang –Undang Nomor 7 (drt) Tahun 1955 Tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi.
14. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan KUHAP.
15. Beberapa Keputusan Presiden yang mengatur tentang acara pidana.

V. Hukum Acara Pidana Yang Berlaku Di Indonesia

Hukum acara pidana Indonesia adalah hukum yang mengatur tentang tata cara beracara (berperkara di badan peradilan) dalam lingkup hukum pidana. Hukum acara pidana di Indonesia diatur dalam UU nomor 8 tahun 1981.
Asas didalam hukum acara pidana di Indonesia adalah:
1. Asas perintah tertulis, yaitu segala tindakan hukum hanya dapat dilakukan berdasarkan perintah tertulis dari pejabat yang berwenang sesuai dengan UU.
2. Asas peradilan cepat, sederhana, biaya ringan, jujur, dan tidak memihak, yaitu serangkaian proses peradilan pidana (dari penyidikan sampai dengan putusan hakim) dilakukan cepat, ringkas, jujur, dan adil (pasal 50 KUHAP).
3. Asas memperoleh bantuan hukum, yaitu setiap orang punya kesempatan, bahkan wajib memperoleh bantuan hukum guna pembelaan atas dirinya (pasal 54 KUHAP).
4. Asas terbuka, yaitu pemeriksaan tindak pidana dilakukan secara terbuka untuk umum (pasal 64 KUHAP).
5. Asas pembuktian, yaitu tersangka/terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian (pasal 66 KUHAP), kecuali diatur lain oleh UU.


DAFTAR PUSTAKA
Harahap, Yahya. 2004. Pembahasan Permasalah dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan Penuntutan. Jakarta: Sinar Grafika.
Yahya, Andi Hamzah. 2004. Pembahasan Permasalah dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan Penuntutan. Jakarta: Sinar Grafika.Pidana Indonesia.

Minggu, 26 Juni 2011

Pemeriksaan Dalam Hukum Acara Pidana

A. PENDAHULUAN

Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari'at Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan.
Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat yang diserap dalam perundang-undangan atau yurisprudensi, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.Berdasarkan isinya, hukum dapat dibagi menjadi 2, yaitu hukum privat dan hukum publik (C.S.T Kansil).Hukum privat adalah hukum yg mengatur hubungan orang perorang, sedangkan hukum publik adalah hukum yg mengatur hubungan antara negara dengan warga negaranya.
Hukum pidana merupakanbagian dari hukum publik. Hukum pidana terbagi menjadi dua bagian, yaitu hukum pidana materiil dan hukum pidana formil. Hukum pidana materiil mengatur tentang penentuan tindak pidana, pelaku tindak pidana, dan pidana (sanksi). Di Indonesia, pengaturan hukum pidana materiil diatur dalam kitab undang-undang hukum pidana (KUHP).
Hukum pidana formil mengatur tentang pelaksanaan hukum pidana materiil. Di Indonesia, pengaturan hukum pidana formil telah disahkan dengan UU nomor 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana (KUHAP).

B. PEMBAHASAN

Hukum acara pidana adalah hukum yang mengatur tentang cara bagaimana atau menyelenggarakan Hukum Pidana Material, sehingga memperoleh keputusan Hakim dan cara bagaimana isi keputusan itu harus dilaksanakan (Darmawan, 1989).
Apabila hukum acara pidana dipandang dari sudut pemeriksaan, hal ini dapat dirinci dalam dua bagian, yaitu pemeriksaan pendahuluan dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Pemeriksaan pendahuluan adalah pemeriksaan yang dilakukan pertama kali oleh polisi, baik sebagai penyelidik maupun sebagai penyidik, apabila ada dugaan bahwa hukum pidana materil telah dilanggar.
Sedangkan pemeriksaan disidang pengadilan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk menentukan apakah dugaan bahwa seseorang yang telah melakukan tindak pidana itu dapat dipidana atau tidak.
Didalam pemeriksaan pendahuluan, sebelum sampai pada pemeriksaan disidang pengadilan, akan melalui beberapa proses sebagai berikut:
1. Proses Penyelidikan dan Penyidikan.
Menurut kuhp diartikan bahwa penyelidakan adalah serangkaian tindakan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidanaguna menentukan dapat atau tidak nya dilakukannya penyelidikan(pasal 1 butir lima kuhap). Dengan demikian fungsi penelidikan dilaksanakan sebelum dilakukan penyidikan, yang bertugas untuk mengetahui dan menentukan peristiwa apa yang telah terjadi dan bertugas membuat berita acara serta laporannya yang nantinya merupakan dasar permulaan penyidikan.
Sedangkan yang dimaksud dengan penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang acara pidana, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menentukan tersangkanya (pasal 1 butir 2 KUHAP)
2. Petugas-Petugas Penyelidik dan Penyidik
Menurut pasal 4 penyidik adlah setiap pejabat polisi Negara republic Indonesia. Di dalam tugas penyelidikan mereka mempunyai wewenang- wewenangseperti diatur dalam pasal 5 KUHAP sebagai berikut:
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tending adanya tindak pidana
b. Mencari keterangan dan barang bukti
c. Menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan menayakan serta memeriksa tanda pengenal diri
d. Mengadakan tindakan lain menurut hokum yang bertanggung jawab.

Yang termasuk penyidik adalah:
a. Pejabat polisi Negara Republik Indonesia pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.
b. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.

Penyidik pegawai negeri sipil tertentu, misalnya pejabat bead an cukai, pejabat imigrasi dan pejabat kehutanan, yang melakukan tugas penyidikan sesuai dengan wewenang khusus yang diberikan oleh undang-undang yang menjadi dasar hokum nya masing-masing.
3. Pelaksanaan Penyelidikan dan Penyidikan
Penyelidikan atua penyidikan merupakan tidakan pertama –tama yang dapat dan harus dilakukan oleh penyelidik atau penyidik jika terjadi atau timbul persangkaan telah terjadi tindak pidana. Apabila ada persangkaan telah dilakukan tindak kejhatan atau pelanggaran maka harus diusakan apakah hal tersebut sesuai dengan kenyataan, benarkah telah dilakukan tindak pidana dan jika ia siapakah pembuatnya.
4. Penangkapan dan Penahanan
Penangkapan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan. Sedangkan penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa ditempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim.(petranase. 2000. hlm:90)
Jadi, penangkapan dan penahanan adalah merupakan tindakan yang membatasi dan mengambil kebebasan bergerak seseorang. Mengenai syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk melakukan penahanan terdapat dalam pasal 20 dan 21 ayat 1 dan ayat (4).
5. Penangguhan dan Penahanan
Untuk menjaga supaya tersangka atau terdakwa yang ditahan tidak dirugiakn kepentingannya karena tindakan penahanan itu yang mungkin akan berlangsung untuk beberapa waktu, diadakan kemungkinan untuk tersangka atau terdakwa mengajukan permohonan agar penahanannya ditangguhkan.
Berbeda dengan ketentuan yang diatur dalam HIR yang menetapkan bahwa pejabat satu-satunya yang berwenang menangguhakan penahanan ialah hakim, maka menurut KUHAP yang berhak menentukan apakah suatu penahanan perlu ditangguhakan atau tidak ialah penyidik atau penuntut umum atau hakim sesuai dengan kewenangannya masing-masing.
6. Penggeledahan Badan dan Rumah
Penggeledahan badan dan penggeledahan rumah hanya dapat dilakukan untuk kepentingan penyidikan dan dengan surat perintah untuk itu dari yang berwenang. Yang dimaksud dengan penggeledahn badan ialah tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badann atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau dibawanya serta untuk disita
7. Penyitaan
Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan dibawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan, dan pengadilan.
8. Pemeriksaan ditempat kejadian
Pemeriksaan ditempat kejadian pada umumnya dilakukan karena delik yang mengakibatkan kematian, kejahatan seksual, pencurian dan perampokan. Dalam hal terjadinya kematian dan kejahatan seksual, sering dipanggil dokter untuk mengadakan pemeriksaan ditempat kejadiaan diatur dalam pasal 7 KUHAP.
9. Pemeriksaan Tersangka
Sebelum penyidik melakukan pemeriksaan terhadap seseorang yang dilakukan suatu tindak pidana, maka penyidik wajib memberitahukan kepadanya tentang haknya untuk mendapatkan bantuaan hokum atau bahwa ia dalam perkara itu wajib didampingi penasehat hokum(pasal 114 KUHAP)
10. Pemeriksaan Saksi Dan Ahli
Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradialan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.
11. Penyelesaian dan Penghentian Penyidikan
Menurut H.Ap syarifudin petranase (2000)penyidikan itu dianggap selesai ketiaka dinyatakan bahwa:
a. Penyidikan dianggap selesai apabila dalam waktu 7 hari,setelah penuntut umum menerima hasil pendidikan dari penyidik,ada pemberitahuan dari penuntut umum bahwa penyidikan diaanggap selesai. Pemberitahuan tersebut merupakan keharusan atau kewajiban bagi penuntut umum seperti yang diatur dalam pasal 138 ayat 1 KUHAP.
b. Penyidikan diaanggap selesai apabila dalam waktu 14 hari penuntut umum tidak mengembalikan berkas perkara itu kepada penyidik sebagaimana yang diatur dalam pasal 110 ayat 4 KUHAP

C. KESIMPULAN

Dalam hukum acara pidana di Indonesia mempunyai beberapa tahapan dalam melakukan pemeriksaan diantaranya yaitu:
1. Proses penyelidikan dan penyidikan
2. Petugas-petugas penyelidikan dan penyidikan
3. Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan
4. Penangkapan dan penahanan
5. Pengguhan penahanan
6. Penggeledahan badan rumah
7. Penyitaanpemeriksaan surat
8. Pemeriksaan tersangka
9. Pemeriksaan saksi dan permintaan keterangan ahli
10. pemeriksaan ditempat kejadian
11. Penyelesaian dan penghentian penyidikan

DAFTAR PUSTAKA
Petranse, Syarifudin H.Ap dan Sabuan Ansori. 2000. Hukum Acara Pidana. Indralaya: Universitas Sriwijaya.
Yahya, Andi Hamzah,. 2004. Pembahasan Permasalah dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan Penuntutan. Jakarta: Sinar Grafika.Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, cet. III, 2009