Rabu, 02 Januari 2013

Handelings Bekwaamheid & Recht Bevoegd




A.    Pendahuluan

Masyarakat yang di dalamnya terdiri dari individu-individu manusia amat berperan dalam lapangan hukum. Hal ini sehubungan dengan kedudukan manusia (person) sebagai subyek hukum.
Manusia sebagai subyek hukum dikatakan juga sebagai pembawa hak atau pendukung hak. Sebagai subyek hukum manusia mempunyai hak dan kewajiban untuk melakukan tindakan-tindakan dalam lapangan hukum, seperti mengadakan perjanjian jual beli,mengadakan pernikahan, mengadakan pembagian warisan, dan sebagainya.

B.      Pembahasan 

1.        Handelings Bekwaamheid (Kecakapan Bertindak Dalam Hukum)
Subyek hukum adalah segala sesuatu yang memiliki hak dan kewajiban dalam lalu lintas hokum. Menurut Algra subyek hukum adalah setiap orang mempunyai hak dan kewajiban, yang menimbulkan wewenang hukum (rechtsbevoegheid), sedengkan pengertian wewenag hukum itu sendiri adalah kewenangan untuk menjadi subyek dari hak-hak.
Dalam menjalankan perbuatan hukum, subyek hukum memiliki wewenang. Wewenang subyek hukum di bagi menjadi dua yaitu : (1) wewenang untuk mempunyai hak (rechtsbevoegdheid), dan (2) wewenang untuk melakukan ( menjalankan) perbuatan hukum dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Subyek Hukum di bagi menjadi 2, yaitu:
1.     Manusia
Pengertian secara yuridisnya ada dua alasan yang menyebutkan alasan manusia sebagai subyek hukum yaitu: Pertama, manusia mempunyai hak-hak subyektif dan kedua, kewenangan hukum, dalam hal ini kewenangan hukum berarti, kecakapan untuk menjadi subyek hukum, yaitu sebagai pendukung hak dan kewajiban.
Pada dasarnya manusia mempunyai hak sejak dalam kandungan (Pasal 2 KUH Perdata), namun tidak semua manusia mempunyai kewenangan dan kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum. Maksudnya dalam pasal 2 KUH. Perdata manusia menjadi pendukung hak dan kewajiban dalam hukum dari sejak lahir sampai meninggal. Tetapi Undang-undang menentukan tidak semua orang sebagai pendukung hukum (recht) adalah cakap (bekwaan) untuk melaksanakan sendiri hak dan kewajibannya.
  1. Cakap Hukum
Cakap hukum adalah kemampuan subyek hukum untuk melakukan perbuatan yang dipandang sah secara hukum. Syarat–syarat cakap hukum:
1)     Seseorang yang sudah dewasa (berumur 21 tahun)
2)     Seseorang yang berusia dibawah 21 tahun tetapi pernah menikah
3)     Seseorang yang sedang tidak menjalani hokum
4)     Berjiwa sehat & berakal sehat
Contoh :
Fulan merupakan cakap hukum karena sudah berusia 19 tahun, sedangkan Zainab bisa dianggap cakap hukum  jika sudah menikah walaupun umurnya 16 tahun. Husein merupakan cakap hukum karena tidak sedang menjalani hukuman penjara.

  1. Tidak Cakap Hukum
Tidak cakap hukum adalah tidak memiliki kemampuan subyek hukum untuk melakukan perbuatan yang dipandang sah secara hukum. Contoh : Hasan tidak cakap hukum karena usianya dibawah 18 tahun. Orang gila dikatakan tidak cakap hukum karena tidak berakal sehat. Syarat-syarat tidak Cakap Hukum
a.    Seseorang yang belum dewasa
b.    Sakit ingatan
c.     Kurang cerdas
d.    Orang yang ditaruh dibawah pengampuan
e.    Seorang wanita yang bersuami (Pasal 1330 KUH Perdata)

Anak yang belum dewasa dapat melakukan tindakan hukum dengan bantuan orang tua/walinya, orang yang berada dibawah pengampuan diwakili oleh pengampunya sedangkan istri dengan bantuan suaminya.
Pasal 330 KUH Perdata tentang pengertian belum dewasa pada pasal 1330 KUH Perdata, yang berisi sebagai berikut: "belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin". Apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum umur mereka genap 21tahun, maka mereka tidak kembali lagi dalam kedudukan belum dewasa. Dalam paham perkawinan tidaklah termasuk perkawinan anak-anak.
Usia dewasa bagi sebagian remaja merupakan suatu prestasi tersendiri, yang patut dirayakan. Secara awam, jika seseorang sudah merayakan ulang tahunnya yang ke-17 th, dan sudah berhak memegang KTP atau memiliki SIM sendiri, dianggap sudah dewasa. Artinya dia sudah berubah dari anak-anak menjadi dewasa dan sudah bisa bertanggung jawab atas dirinya sendiri.
Di mata hukum, batas usia dewasa seseorang menjadi penting, karena hal tersebut berkaitan dengan boleh/tidaknya orang tersebut melakukan perbuatan hukum, ataupun diperlakukan sebagai subjek hukum. Artinya, sejak seseorang mengalami usia dewasanya, dia berhak untuk membuat perjanjian dengan orang lain, melakukan perbuatan hukum tertentu, misalnya menjual/membeli harta tetap atas namanya sendiri, semuanya tanpa bantuan dari orang tuanya selaku wali ayah atau wali ibunya.
Jadi, apakah seseorang yang berusia 17th sudah dianggap dewasa dimata hukum? Rupanya, batas usia dewasa di mata masyarakat berbeda dengan batas usia dewasa di mata hukum. Menurut Undang Perkawinan No. 1/1974 dan KUHPerdata, seseorang dianggap dewasa jika sudah berusia 21 tahun atau sudah (pernah) menikah. Bertahun2 batas usia dewasa tersebut di ikuti oleh seluruh ahli hukum di Indonesia. Sehingga, jika ada tanah & bangunan yang terdaftar atas nama seorang anak yang belum berusia 21 tahun, maka untuk melakukan tindakan penjualan atas tanah dan bangunan tersebut dibutuhkan izin/penetapan dari Pengadilan negeri setempat. Demikian pula untuk melakukan tindakan pendirian suatu PT/CV/FIRMA/YAYASAN, jika salah seorang pendirinya adalah seseorang yang belum berusia 21th, harus diwakili oleh salah satu orang tuanya.
Namun, sejak tanggal 6 Oktober 2004 dengan diundangkannya UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, terdapat pergeseran dalam menentukan usia dewasa. Dalam pasal 39 ayat 1 disebutkan bahwa: ” Penghadap harus memenuhi syarat sebagai berikut: (a) paling sedikit berusia 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah, dan (b) cakap melakukan perbuatan hukum.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sejak diterbitkannya UU no. 30/2004 tersebut, maka setiap orang yang sudah berusia 18th atau sudah menikah, dianggap sudah dewasa, dan berhak untuk bertindak selaku subjek hukum.
2.      Badan hukum
Menurut sifatnya badan hukum ini dibagi menjadi dua yaitu ;
a.       Badan hukum publik, yaitu badan hukum yang di dirikan oleh pemerintah. Contohnya : Provinsi, kotapraja, lembaga-lembaga dan bank-bank negara
b.      Badan hukum privat, adalah badan hukum yang didirikan oleh perivat (bukan pemerintah). Contohnya : Perhimpunan, Perseroan Terbatas, Firma, Koprasi, Yayasan.
2.     Recht Bevoegd (Kewenangan Bertindak Dalam Hukum)
Menurut Philipus M. Hadjon (1997:1) wewenang (bevoegdheid) dideskripsikan sebagai kekuasaan hukum (rechtsmacht). Jadi dalam konsep hukum publik, wewenang berkaitan dengan kekuasaan .
F.P.C.L. Tonner dalam Ridwan, HR (2006:100) berpendapat overheidsbevoegdheid wordt in dit verband opgevad als het vermogen om positief recht vast te srellen en Aldus rechtsbetrekkingen tussen burgers onderling en tussen overhead en te scheppen” (kewenangan pemerintah dalam kaitan ini dianggap sebagai kemampuan untuk melaksanakan hukum positif, dan dengan begitu dapat diciptakan hubungan hukum antara pemerintahan dengan waga negara)
Ferrazi dalam Ganjong (2007:93) mendefinisikan kewenangan sebagai hak untuk menjalankan satu atau lebih fungsi manajemen, yang meliputi pengaturan (regulasi dan standarisasi), pengurusan (administrasi) dan pengawasan (supervisi) atau suatu urusan tertentu
  1. Unsur-unsur  Kewenangan
1)     Pengaruh: ialah bahwa penggunaan wewenang dimaksudkan untuk mengendalikan perilaku subyek hukum.
2)     Dasar hukum: dasar hukum, bahwa wewenang itu selalu harus dapat ditunjuk dasar hukumnya, dan
3)     Konformitas hukum: mengandung makna adanya standard wewenang, yaitu standard umum ( semua jenis wewenang) dan standard khusus (untuk jenis wewenang tertentu)”
  1. Macam-macam Kewenangan
Setiap tindakan pemerintahan dan/atau pejabat umum harus bertumpu pada kewenangan yang sah. Kewenangan itu diperoleh melalui 3 sumber:
1)     Atribusi: wewenang yang diberikan atau ditetapkan untuk jabatan tertentu. Dengan demikian wewenang atribusi merupakan wewenang yang melekat pada suatu jabatan.
2)     Pelimpahan
§  Delegasi: wewenang yang bersumber dari pelimpahan suatu organ pemerintahan kepada organ lain dengan dasar peraturan perundang-undangan
§  Mandat: wewenang yang bersumber dari proses atau prosedur pelimpahan dari pejabat atau badan yang lebih tinggi kepada pejabat yang lebih rendah (atasan bawahan).
  1. Sifat Kewenangan

1)     Kewenangan Terikat: apabila peraturan dasarnya menentukan kapan dan dalam keadaan bagaimana kewenangan tersebut dapat digunakan.
2)     Kewenangan Fakultatif: terjadi dalam hal badan tata usaha negara tidak wajib menerapkan wewenangnya atau sedikit banyak masih ada pilihan.
3)     Kewenangan Bebas: apabila peraturan dasarnya memberikan kebebasan kepada badan tata usaha negara untuk menentukan mengenai isi dari keputusan yang akan dikeluarkan. Kewenangan tersebut oleh Hadjon dibagi menjadi 2 yakni kewenangan i) untuk memutus secara mandiri, dan ii) kebebasan penilaian terhadap tersamar.

  1. Batasan Kewenangan
Setiap wewenang itu dibatasi oleh isi/materi (materiae), wilayah/ruang (locus), dan waktu (tempus). Cacat dalam aspek-aspek tersebut menimbulkan cacat wewenang  atau dalam artian bahwa di luar-luar batas-batas itu suatu tindakan pemerintahan merupakan tindakan tanpa wewenang (onbevoegdheid). Tindakan tanpa wewenang bisa berupa (1) onbevoegdheid ratione materiae, (2) onbevoegdheid ratione loci, dan (3) onbevoegdheid ratione temporis.

3.   Hubungan Handelings Bekwaanheid dengan Rechts Bevoegd
Undang-undang menentukam bahwa untuk dapat bertindak dalam hukum, seseorang harus telah cakap dan berwenang. Seseorang dapat dikatakan telah cakap dan berwenang harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang yaitu telah dewasa, sehat pikirannya (tidak dibawah pengampuan) serta tidak bersuami bagi wanita.
Menurut Pasal 330 KUH.Perdata seorang telah dewasa apabila telah berumur 21 tahun, dan telah kawin sebelum mencapai umur tersebut. Mengenai kedudukan seorang istri, sejak keluarnya Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 tahun 1963, tanggal 5 September 1963 yang mencabut beberapa pasal KUH.Perdata diantaranya pasal 108 dan 110 KUH.Perdata maka status sebagai istri tidak lagi mempunyai pengaruh terhadap kecakapan bertindak yang dilakukannya. Dengan kata lain sejak dicabutnya pasal 108 dan 110 KUH.Perdata oleh Surat Edaran Mahkamah Agung diatas, maka istri adalah cakap bertindak dalam hukum.
Disamping undang-undang juga telah menentukan bahwa walaupun tidak memenuhi syarat-syarat diatas, seorang dianggap cakap dan berwenang melakukan perbuatan hukum tertentu. Kecakapan berbuat(handelings bekwaamheid) dan kewenangan bertindak menurut hukum ini(recht bevoegdheid) adalah dibenarkan dalam ketentuan undang-undang itu sediri, yaitu :
a.    Seorang anak yang belum dewasa (belum mencapai umur 21 tahun) dapat melakukan seluruh perbuatan hukum apabila telah berusia 20 tahun dan telah mendapat surat pernyataan Dewasa (venia aetatis) yang diberikan oleh Presiden, setelah mendengar nasihat Mahkamah Agung.(pasal 419 dan 420 KUH. Perdata).
b.   Anak yang berumur 18 tahun dapat melakukan perbuatan hukum tertentu setelah mendapat Surat Pernyataan Dewasa dari Pengadilan.(pasal 426 KUH Perdata).
c.    Seorang yang belum berumur 18 tahun dapat membuat surat wasiat. (pasal 897 KUH.Perdata).
d.   Orang laki-laki yang telah mencapai umur 18 tahun dan perempuan yang telah berumur 15 tahun dapat melakukan perkawinan.(pasal 29 KUH.Perdata).
e.    Pengakuan anak dapat dilakukan oleh orang yang telah berumur 19 tahun. (pasal 282 KUH.Perdata).
f.     Anak yang telah berusia 15 tahun telah dapat menjadi saksi.(pasal 1912 KUH.Perdata).
g.    Seorang yang ditaruh dibawah pengampuan karena boros dapat :
·          Membuat surat wasiat (pasal 446 KUH.Perdata)
·          Melakukan perkawinan (pasal 452 KUH.Perdata)
h.      Istri cakap bertindak dalam hukum dalam hal :
·           Dituntut dalam perkara pidana, menuntut perceraian perkawinan, pemisahan meja dan ranjang serta menuntut pemisahan harta kekayaan. (pasal 111 KUH.Perdata).
Membuat surat wasiat. (pasal 118 KUH.Perdata).
4.   Perbedaan Handelings Bekwaamheid dengan Recht Bevoegd

Cakap (bekwaan) adalah kriteria umum yang dihubungkan dengan keadaan diri seseorang, Berwenang (bevoegd) merupakan kriteria khusus yang dihubungkan dengan suatu perbuatan atau tindakan tertentu. Seorang yang cakap belum tentu berwenang, tapi seorang yang berwenang sudah pasti cakap.
Pokok pembicaraan dalam hal ini adalah Pasal 330 dan Pasal 1331 BW. Pasal 330 BW dipilih karena pasal tersebut yang mengatur tentang usia dewasa atau kedewasaan,berkaitan dengan masalah kecakapan bertindak (handelings bekwaamheid) dan secara tidak langsung juga berkaitan dengan masalah kewenangan bertindak (recht bevoegdheid) padahal ketentuan usia dewasa sebagaimana diatur dalam pasal tersebut sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman.
Kecakapan bertindak adalah kewenangan umum untuk melakukan tindakan hukum. Kecakapan bertindak pada umumnya dan pada asasnya berlaku bagi semua orang. Setelah manusia dinyatakan mempunyai kewenangan hukum maka kepada
mereka diberikan kewenangan untuk melaksanakan hak dan kewajibannya. Untuk itu, diberikan kecakapan bertindak.
Dari ketentuan Pasal 1329 BW, doktrin menyimpulkan bahwa semua orang pada asasnya cakap untuk bertindak, kecuali undang-undang menentukan lain.
Kewenangan bertindak merupakan kewenangan khusus, yang hanya berlaku untuk orang tertentu dan untuk tindakan hukum tertentu saja. Kewenangan bertindak diberikan dengan mengingat akan tindakan, untuk mana diberikan kewenangan bertindak sehingga tidak ada ketentuan umum tentang kewenangan bertindak. Karena tindakan hukum menimbulkan akibat hukum yang mengikat si pelaku,yang bisa membawa akibat yang sangat besar, maka kepada mereka yang belum atau belum sepenuhnya bisa menyadari akibat dari tindakannya, perlu diberikan perlindungan dalam hukum.

Untuk itu, pembuat undang-undang (BW) mengaitkan lembaga hukum kecakapan bertindak dengan umur dewasa. Dalam perkembangannya, batasan umur dapat dikatakan akan diseuaikan oleh adat di daerah masing - masing. "Bisa saja di sebuah daerah seorang anak berusia 17 tahun dikatakan dewasa, namun di daerah lainnya baru dapat dikatakan dewasa. Jadi apabila ada perkara yang berkaitan dengan masalah usia, coba tolong dibedakan antara kecakapan sesorang dalam usia tersebut dan kewenangan yang melekat padanya" pungkas Ketua Muda perdata mengakhiri pemaparannya.


C.        PENUTUP

Kesimpulan

Kecakapan bertindak adalah kewenangan umum untuk melakukan tindakan hukum. Kecakapan bertindak pada umumnya dan pada asasnya berlaku bagi semua orang. Setelah manusia dinyatakan mempunyai kewenangan hukum maka kepada
mereka diberikan kewenangan untuk melaksanakan hak dan kewajibannya. Untuk itu, diberikan kecakapan bertindak.
Dari ketentuan Pasal 1329 BW, doktrin menyimpulkan bahwa semua orang pada asasnya cakap untuk bertindak, kecuali undang-undang menentukan lain.
Kewenangan bertindak merupakan kewenangan khusus, yang hanya berlaku untuk orang tertentu dan untuk tindakan hukum tertentu saja. Kewenangan bertindak diberikan dengan mengingat akan tindakan, untuk mana diberikan kewenangan bertindak sehingga tidak ada ketentuan umum tentang kewenangan bertindak.Karena tindakan hukum menimbulkan akibat hukum yang mengikat si pelaku,yang bisa membawa akibat yang sangat besar, maka kepada mereka yang belum atau belum sepenuhnya bisa menyadari akibat dari tindakannya, perlu diberikan perlindungan dalam hukum. Untuk itu, pembuat undang-undang (BW) mengaitkan lembaga hukum kecakapan bertindak dengan umur dewasa.
Dalam pasal 1329 Burgerlijk Wetboek voor Indonesie, Staatsblad 1847-23, ditetapkan, Een ieder is bevoegd om verbintenissen aan te gaan, indien hij daartoe door de wet niet onbekwaam is verklaard, (setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tak cakap. Engelbrecht, menjelaskan: tiap orang berwenang untuk membuat perikatan, kecuali jika ia dinyatakan tidak cakap untuk hal itu”


Daftar Rujukan
Ganjong. 2007. Pemerintahan Daerah Kajian Politik dan Hukum, Bogor: Ghalia Indonesia.
Ridwan HR. 2006. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Rajawali Pers.
Philipus M. Hadjon. 1997. Tentang Wewenang- No.5&6 Tahun XII. YURIDIKA.