A.
Pendahuluan
Masyarakat yang di dalamnya terdiri dari individu-individu manusia amat
berperan dalam lapangan hukum. Hal ini sehubungan dengan kedudukan manusia (person)
sebagai subyek hukum.
Manusia sebagai subyek hukum dikatakan juga sebagai pembawa hak atau
pendukung hak. Sebagai subyek hukum manusia mempunyai hak dan kewajiban untuk
melakukan tindakan-tindakan dalam lapangan hukum, seperti mengadakan perjanjian
jual beli,mengadakan pernikahan, mengadakan pembagian warisan, dan sebagainya.
B.
Pembahasan
1.
Handelings
Bekwaamheid (Kecakapan Bertindak Dalam Hukum)
Subyek
hukum adalah segala sesuatu yang memiliki hak dan kewajiban dalam lalu lintas
hokum. Menurut Algra subyek hukum adalah setiap orang mempunyai hak dan
kewajiban, yang menimbulkan wewenang hukum (rechtsbevoegheid), sedengkan
pengertian wewenag hukum itu sendiri adalah kewenangan untuk menjadi subyek
dari hak-hak.
Dalam
menjalankan perbuatan hukum, subyek hukum memiliki wewenang. Wewenang subyek
hukum di bagi menjadi dua yaitu : (1) wewenang untuk mempunyai hak
(rechtsbevoegdheid), dan (2) wewenang untuk melakukan ( menjalankan) perbuatan
hukum dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Subyek Hukum di bagi
menjadi 2, yaitu:
1.
Manusia
Pengertian
secara yuridisnya ada dua alasan yang menyebutkan alasan manusia sebagai subyek
hukum yaitu: Pertama, manusia mempunyai hak-hak subyektif dan kedua, kewenangan
hukum, dalam hal ini kewenangan hukum berarti, kecakapan untuk menjadi subyek
hukum, yaitu sebagai pendukung hak dan kewajiban.
Pada
dasarnya manusia mempunyai hak sejak dalam kandungan (Pasal 2 KUH Perdata),
namun tidak semua manusia mempunyai kewenangan dan kecakapan untuk melakukan
perbuatan hukum. Maksudnya dalam pasal 2 KUH. Perdata manusia menjadi pendukung
hak dan kewajiban dalam hukum dari sejak lahir sampai meninggal. Tetapi
Undang-undang menentukan tidak semua orang sebagai pendukung hukum (recht)
adalah cakap (bekwaan) untuk melaksanakan sendiri hak dan kewajibannya.
- Cakap Hukum
Cakap hukum adalah kemampuan
subyek hukum untuk melakukan perbuatan yang dipandang sah secara hukum. Syarat–syarat
cakap hukum:
1) Seseorang
yang sudah dewasa (berumur 21 tahun)
2) Seseorang
yang berusia dibawah 21 tahun tetapi pernah menikah
3) Seseorang
yang sedang tidak menjalani hokum
4) Berjiwa
sehat & berakal sehat
Contoh :
Fulan merupakan cakap hukum karena sudah
berusia 19 tahun, sedangkan Zainab bisa dianggap cakap hukum jika sudah menikah walaupun umurnya 16 tahun.
Husein merupakan cakap hukum karena tidak sedang menjalani hukuman penjara.
- Tidak Cakap Hukum
Tidak cakap hukum adalah tidak memiliki
kemampuan subyek hukum untuk melakukan perbuatan yang dipandang sah secara
hukum. Contoh : Hasan tidak cakap hukum karena usianya dibawah 18 tahun. Orang
gila dikatakan tidak cakap hukum karena tidak berakal sehat. Syarat-syarat tidak
Cakap Hukum
a. Seseorang
yang belum dewasa
b. Sakit
ingatan
c. Kurang
cerdas
d. Orang
yang ditaruh dibawah pengampuan
e. Seorang
wanita yang bersuami (Pasal 1330 KUH Perdata)
Anak yang belum dewasa dapat melakukan tindakan hukum dengan bantuan orang
tua/walinya, orang yang berada dibawah pengampuan diwakili oleh pengampunya
sedangkan istri dengan bantuan suaminya.
Pasal 330 KUH Perdata tentang
pengertian belum dewasa pada pasal 1330 KUH Perdata, yang berisi sebagai
berikut: "belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21
tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin". Apabila perkawinan itu
dibubarkan sebelum umur mereka genap 21tahun, maka mereka tidak kembali lagi
dalam kedudukan belum dewasa. Dalam paham perkawinan tidaklah termasuk
perkawinan anak-anak.
Usia
dewasa bagi sebagian remaja merupakan suatu prestasi tersendiri, yang patut
dirayakan. Secara awam, jika seseorang sudah merayakan ulang tahunnya yang
ke-17 th, dan sudah berhak memegang KTP atau memiliki SIM sendiri, dianggap
sudah dewasa. Artinya dia sudah berubah dari anak-anak menjadi dewasa dan sudah
bisa bertanggung jawab atas dirinya sendiri.
Di mata
hukum, batas usia dewasa seseorang menjadi penting, karena hal tersebut
berkaitan dengan boleh/tidaknya orang tersebut melakukan perbuatan hukum, ataupun
diperlakukan sebagai subjek hukum. Artinya, sejak seseorang mengalami usia
dewasanya, dia berhak untuk membuat perjanjian dengan orang lain, melakukan
perbuatan hukum tertentu, misalnya menjual/membeli harta tetap atas namanya
sendiri, semuanya tanpa bantuan dari orang tuanya selaku wali ayah atau wali
ibunya.
Jadi,
apakah seseorang yang berusia 17th sudah dianggap dewasa dimata hukum? Rupanya,
batas usia dewasa di mata masyarakat berbeda dengan batas usia dewasa di mata
hukum. Menurut Undang Perkawinan No. 1/1974 dan KUHPerdata, seseorang dianggap
dewasa jika sudah berusia 21 tahun atau sudah (pernah) menikah. Bertahun2 batas
usia dewasa tersebut di ikuti oleh seluruh ahli hukum di Indonesia. Sehingga,
jika ada tanah & bangunan yang terdaftar atas nama seorang anak yang belum
berusia 21 tahun, maka untuk melakukan tindakan penjualan atas tanah dan
bangunan tersebut dibutuhkan izin/penetapan dari Pengadilan negeri setempat.
Demikian pula untuk melakukan tindakan pendirian suatu PT/CV/FIRMA/YAYASAN, jika
salah seorang pendirinya adalah seseorang yang belum berusia 21th, harus
diwakili oleh salah satu orang tuanya.
Namun,
sejak tanggal 6 Oktober 2004 dengan diundangkannya UU No. 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris, terdapat pergeseran dalam menentukan usia dewasa. Dalam pasal
39 ayat 1 disebutkan bahwa: ” Penghadap harus memenuhi syarat sebagai berikut:
(a) paling sedikit berusia 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah, dan (b)
cakap melakukan perbuatan hukum.
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa sejak diterbitkannya UU no. 30/2004 tersebut,
maka setiap orang yang sudah berusia 18th atau sudah menikah, dianggap sudah
dewasa, dan berhak untuk bertindak selaku subjek hukum.
2.
Badan hukum
Menurut sifatnya
badan hukum ini dibagi menjadi dua yaitu ;
a.
Badan hukum publik, yaitu badan hukum yang di dirikan
oleh pemerintah. Contohnya : Provinsi, kotapraja, lembaga-lembaga dan bank-bank
negara
b.
Badan hukum privat, adalah badan hukum yang didirikan
oleh perivat (bukan pemerintah). Contohnya : Perhimpunan, Perseroan Terbatas,
Firma, Koprasi, Yayasan.
2. Recht
Bevoegd (Kewenangan Bertindak Dalam Hukum)
Menurut Philipus M.
Hadjon (1997:1) wewenang (bevoegdheid) dideskripsikan sebagai kekuasaan hukum (rechtsmacht).
Jadi dalam konsep hukum publik, wewenang berkaitan dengan kekuasaan .
F.P.C.L. Tonner dalam
Ridwan, HR (2006:100) berpendapat
overheidsbevoegdheid wordt in dit verband opgevad als het vermogen om
positief recht vast te srellen en Aldus rechtsbetrekkingen tussen burgers
onderling en tussen overhead en te scheppen” (kewenangan pemerintah dalam
kaitan ini dianggap sebagai kemampuan untuk melaksanakan hukum positif, dan
dengan begitu dapat diciptakan hubungan hukum antara pemerintahan dengan waga
negara)
Ferrazi dalam Ganjong
(2007:93) mendefinisikan
kewenangan sebagai hak untuk menjalankan satu atau lebih fungsi manajemen, yang
meliputi pengaturan (regulasi dan standarisasi), pengurusan (administrasi) dan
pengawasan (supervisi) atau suatu urusan tertentu
- Unsur-unsur Kewenangan
1) Pengaruh:
ialah bahwa penggunaan wewenang dimaksudkan untuk mengendalikan perilaku subyek
hukum.
2) Dasar
hukum: dasar hukum, bahwa wewenang itu selalu harus dapat ditunjuk dasar
hukumnya, dan
3) Konformitas
hukum: mengandung makna adanya standard wewenang, yaitu standard umum ( semua
jenis wewenang) dan standard khusus (untuk jenis wewenang tertentu)”
- Macam-macam Kewenangan
Setiap tindakan pemerintahan dan/atau pejabat
umum harus bertumpu pada kewenangan yang sah. Kewenangan itu diperoleh melalui
3 sumber:
1)
Atribusi:
wewenang yang diberikan atau ditetapkan untuk jabatan tertentu. Dengan demikian
wewenang atribusi merupakan wewenang yang melekat pada suatu jabatan.
2)
Pelimpahan
§
Delegasi:
wewenang yang bersumber dari pelimpahan suatu organ pemerintahan kepada organ
lain dengan dasar peraturan perundang-undangan
§ Mandat: wewenang yang
bersumber dari proses atau prosedur pelimpahan dari pejabat atau badan yang
lebih tinggi kepada pejabat yang lebih rendah (atasan bawahan).
- Sifat Kewenangan
1)
Kewenangan
Terikat: apabila peraturan dasarnya menentukan kapan dan dalam keadaan
bagaimana kewenangan tersebut dapat digunakan.
2)
Kewenangan
Fakultatif: terjadi dalam hal badan tata usaha negara tidak wajib menerapkan
wewenangnya atau sedikit banyak masih ada pilihan.
3)
Kewenangan
Bebas: apabila peraturan dasarnya memberikan kebebasan kepada badan tata
usaha negara untuk menentukan mengenai isi dari keputusan yang akan
dikeluarkan. Kewenangan tersebut oleh Hadjon dibagi menjadi 2 yakni
kewenangan i) untuk memutus secara mandiri, dan ii) kebebasan penilaian
terhadap tersamar.
- Batasan Kewenangan
Setiap wewenang itu dibatasi oleh isi/materi (materiae),
wilayah/ruang (locus), dan waktu (tempus). Cacat dalam
aspek-aspek tersebut menimbulkan cacat wewenang
atau dalam artian bahwa di luar-luar batas-batas itu suatu tindakan pemerintahan
merupakan tindakan tanpa wewenang (onbevoegdheid). Tindakan tanpa
wewenang bisa berupa (1) onbevoegdheid ratione materiae, (2) onbevoegdheid
ratione loci, dan (3) onbevoegdheid ratione temporis.
3.
Hubungan Handelings
Bekwaanheid dengan Rechts Bevoegd
Undang-undang
menentukam bahwa untuk dapat bertindak dalam hukum, seseorang harus telah cakap
dan berwenang. Seseorang dapat dikatakan telah cakap dan berwenang harus
memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang yaitu telah dewasa, sehat
pikirannya (tidak dibawah pengampuan) serta tidak bersuami bagi wanita.
Menurut Pasal 330
KUH.Perdata seorang telah dewasa apabila telah berumur 21 tahun, dan telah
kawin sebelum mencapai umur tersebut. Mengenai kedudukan seorang istri, sejak
keluarnya Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 tahun 1963, tanggal 5 September
1963 yang mencabut beberapa pasal KUH.Perdata diantaranya pasal 108 dan 110
KUH.Perdata maka status sebagai istri tidak lagi mempunyai pengaruh terhadap
kecakapan bertindak yang dilakukannya. Dengan kata lain sejak dicabutnya pasal
108 dan 110 KUH.Perdata oleh Surat Edaran Mahkamah Agung diatas, maka istri
adalah cakap bertindak dalam hukum.
Disamping undang-undang
juga telah menentukan bahwa walaupun tidak memenuhi syarat-syarat diatas, seorang
dianggap cakap dan berwenang melakukan perbuatan hukum tertentu. Kecakapan
berbuat(handelings bekwaamheid) dan kewenangan bertindak menurut hukum ini(recht
bevoegdheid) adalah dibenarkan dalam ketentuan undang-undang itu sediri,
yaitu :
a. Seorang
anak yang belum dewasa (belum mencapai umur 21 tahun) dapat melakukan seluruh
perbuatan hukum apabila telah berusia 20 tahun dan telah mendapat surat
pernyataan Dewasa (venia aetatis) yang diberikan oleh Presiden, setelah
mendengar nasihat Mahkamah Agung.(pasal 419 dan 420 KUH. Perdata).
b. Anak yang
berumur 18 tahun dapat melakukan perbuatan hukum tertentu setelah mendapat
Surat Pernyataan Dewasa dari Pengadilan.(pasal 426 KUH Perdata).
c. Seorang
yang belum berumur 18 tahun dapat membuat surat wasiat. (pasal 897 KUH.Perdata).
d. Orang
laki-laki yang telah mencapai umur 18 tahun dan perempuan yang telah berumur 15
tahun dapat melakukan perkawinan.(pasal 29 KUH.Perdata).
e. Pengakuan
anak dapat dilakukan oleh orang yang telah berumur 19 tahun. (pasal 282
KUH.Perdata).
f. Anak yang
telah berusia 15 tahun telah dapat menjadi saksi.(pasal 1912 KUH.Perdata).
g. Seorang
yang ditaruh dibawah pengampuan karena boros dapat :
·
Membuat surat wasiat (pasal 446 KUH.Perdata)
·
Melakukan perkawinan (pasal 452 KUH.Perdata)
h. Istri
cakap bertindak dalam hukum dalam hal :
·
Dituntut dalam perkara pidana, menuntut perceraian
perkawinan, pemisahan meja dan ranjang serta menuntut pemisahan harta kekayaan.
(pasal 111 KUH.Perdata).
Membuat surat wasiat. (pasal 118 KUH.Perdata).
4.
Perbedaan
Handelings Bekwaamheid dengan Recht Bevoegd
Cakap (bekwaan)
adalah kriteria umum yang dihubungkan dengan keadaan diri seseorang, Berwenang (bevoegd)
merupakan kriteria khusus yang dihubungkan dengan suatu perbuatan atau tindakan
tertentu. Seorang yang cakap belum tentu berwenang, tapi seorang yang berwenang
sudah pasti cakap.
Pokok pembicaraan dalam hal ini adalah Pasal
330 dan Pasal 1331 BW. Pasal 330 BW dipilih karena pasal tersebut yang mengatur
tentang usia dewasa atau kedewasaan,berkaitan dengan masalah kecakapan bertindak
(handelings bekwaamheid) dan secara tidak langsung juga berkaitan dengan
masalah kewenangan bertindak (recht bevoegdheid) padahal ketentuan usia
dewasa sebagaimana diatur dalam pasal tersebut sudah tidak sesuai dengan
perkembangan zaman.
Kecakapan bertindak adalah kewenangan umum
untuk melakukan tindakan hukum. Kecakapan bertindak pada umumnya dan pada
asasnya berlaku bagi semua orang. Setelah manusia dinyatakan mempunyai
kewenangan hukum maka kepada
mereka diberikan kewenangan untuk
melaksanakan hak dan kewajibannya. Untuk itu, diberikan kecakapan bertindak.
Dari ketentuan Pasal 1329 BW, doktrin
menyimpulkan bahwa semua orang pada asasnya cakap untuk bertindak, kecuali
undang-undang menentukan lain.
Kewenangan bertindak merupakan kewenangan
khusus, yang hanya berlaku untuk orang tertentu dan untuk tindakan hukum
tertentu saja. Kewenangan bertindak diberikan dengan mengingat akan tindakan,
untuk mana diberikan kewenangan bertindak sehingga tidak ada ketentuan umum
tentang kewenangan bertindak. Karena tindakan hukum menimbulkan akibat hukum
yang mengikat si pelaku,yang bisa membawa akibat yang sangat besar, maka kepada
mereka yang belum atau belum sepenuhnya bisa menyadari akibat dari tindakannya,
perlu diberikan perlindungan dalam hukum.
Untuk itu, pembuat undang-undang (BW)
mengaitkan lembaga hukum kecakapan bertindak dengan umur dewasa. Dalam
perkembangannya, batasan umur dapat dikatakan akan diseuaikan oleh adat di
daerah masing - masing. "Bisa saja di sebuah daerah seorang anak berusia
17 tahun dikatakan dewasa, namun di daerah lainnya baru dapat dikatakan dewasa.
Jadi apabila ada perkara yang berkaitan dengan masalah usia, coba tolong
dibedakan antara kecakapan sesorang dalam usia tersebut dan kewenangan yang
melekat padanya" pungkas Ketua Muda perdata mengakhiri pemaparannya.
C.
PENUTUP
Kesimpulan
Kecakapan bertindak adalah kewenangan umum
untuk melakukan tindakan hukum. Kecakapan bertindak pada umumnya dan pada
asasnya berlaku bagi semua orang. Setelah manusia dinyatakan mempunyai
kewenangan hukum maka kepada
mereka diberikan kewenangan untuk
melaksanakan hak dan kewajibannya. Untuk itu, diberikan kecakapan bertindak.
Dari ketentuan Pasal 1329 BW, doktrin
menyimpulkan bahwa semua orang pada asasnya cakap untuk bertindak, kecuali
undang-undang menentukan lain.
Kewenangan bertindak merupakan kewenangan
khusus, yang hanya berlaku untuk orang tertentu dan untuk tindakan hukum
tertentu saja. Kewenangan bertindak diberikan dengan mengingat akan tindakan,
untuk mana diberikan kewenangan bertindak sehingga tidak ada ketentuan umum
tentang kewenangan bertindak.Karena tindakan hukum menimbulkan akibat hukum
yang mengikat si pelaku,yang bisa membawa akibat yang sangat besar, maka kepada
mereka yang belum atau belum sepenuhnya bisa menyadari akibat dari tindakannya,
perlu diberikan perlindungan dalam hukum. Untuk itu, pembuat undang-undang (BW)
mengaitkan lembaga hukum kecakapan bertindak dengan umur dewasa.
Dalam pasal 1329 Burgerlijk Wetboek voor
Indonesie, Staatsblad 1847-23, ditetapkan, Een ieder is bevoegd om
verbintenissen aan te gaan, indien hij daartoe door de wet niet onbekwaam is
verklaard, (setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan,
jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tak cakap. Engelbrecht,
menjelaskan: tiap orang berwenang untuk membuat perikatan, kecuali jika ia
dinyatakan tidak cakap untuk hal itu”
Daftar
Rujukan
Ganjong.
2007. Pemerintahan
Daerah Kajian Politik dan Hukum, Bogor:
Ghalia Indonesia.
Ridwan HR. 2006. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Rajawali Pers.
Philipus M. Hadjon. 1997. Tentang Wewenang- No.5&6 Tahun XII. YURIDIKA.