PENDAHULUAN
Allah SWT menciptakan manusia sebagai puncak kesempurnaan makhluk (ahsanu
taqwim), dengan segala kelengkapan jasmani, rohani dan kemampuan
berfikirnya yang membuatnya berbeda dengan makhluk Allah lainnya, kapasitas
berfikir yang dimilikinya mendorong manusia menuju ke kondisi yang lebih baik. (Anshari,
2002:15). Manusia diciptakan Tuhan dengan ciri khusus yang tidak dimiliki oleh
makhluk yang lain, yaitu daya berfikir. (Setiawan , 2004:35) Sehingga dengan demikian manusia
memiliki tiga keistimewaan dibanding makhluk lain, yaitu: penguasaan bahasa,
kemampuan berpikir, dan kesempurnaan bentuk ragawi (Rahardjo, 2006: 4). Sebagaimana
firman Allah SWT :
وَتِلْكَ الأمْثَالُ
نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ وَمَا يَعْقِلُهَا إِلا الْعَالِمُونَ
Artinya: “Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia,
dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang berilmu”. (Al-Ankabut: 43)
Kata ilmu berasal dari bahasa Arab "علم" yang berarti
pengetahuan atau al-ma’rifah,
yang selanjutnya berkembang menjadi pengetahuan tentang hakikat sesuatu
yang difahami secara mendalam (Ma’luf, 1986:527). Dalam perspektif Islam, ilmu
merupakan hasil keaktifan akal, ada yang diperoleh dari penginderaan terhadap
objek-objek indrawi, ada yang diperoleh dari objek khayali dan ada yang
diperoleh dari objek yang akali. Semuanya itu merupakan ma’qulat yang
menghasilkan pengetahuan. Ali (1991:82).
Pengetahuan diartikan secara luas, mencakup segala hal yang kita ketahui
tentang suatu obyek tertentu. Manusia mendapatkan pengetahuan tersebut
berdasarkan kemampuannya selaku makhluk yang berpikir, merasa dan mengindera.
Disamping itu manusia bisa juga mendapatkan pengetahuannya lewat intuisi dan
wahyu dari Tuhan yang disampaikan lewat utusan-Nya. Jadi ilmu pengetahuan
adalah formulasi pengetahuan manusia tentang alam semesta yang disajikan lewat
rumusan yang sistematik dan rasional. (Saefudin, 1998:201)
Kridalaksana (2008:24) Bahasa
diartikan sebagai sistem lambang bunyi yang dipergunakan oleh para anggota
suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri. Bahasa
adalah komunikasi yang paling lengkap dan efektif untuk menyampaikan ide,
pesan, maksud, perasaan dan pendapat kepada orang lain (Walija,1996: 4). Sebagai
alat komunikasi manusia bahasa adalah suatu sistem yang bersifat sistematis dan
sekaligus sistemis. Yang dimaksud dengan sistemis adalah bahwa bahasa itu bukan
suatu sistem tunggal, melainkan terdiri dari beberapa subsistem, yaitu
subsistem fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. (Chaer, 2007:4).
Sementara Pengabean (1981:5), berpendapat bahwa bahasa adalah suatu sistem
yang mengutarakan dan melaporkan apa yang terjadi pada sistem saraf. Bahasa
adalah sistem simbol bunyi yang bermakna dan berartikulasi (dihasilkan oleh
alat ucap) yang bersifat arbitrer dan konvensional, yang dipakai sebagai alat
berkomunikasi oleh sekelompok manusia untuk melahirkan perasaan dan pikiran (Wibowo,
2001:3).
Filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu philein (cinta) dan sophos
(hikmat). Orang Arab memindahkan kata Yunani ke dalam bahasa mereka dengan
menyesuaikannya dengan tabiat susunan kata-kata Arab, yaitu falsafah dengan
pola fa’lala, fa’lalah dan fi’lal. Dengan demikian kata benda dari kata kerja
falsafah seharusnyalah falsafah dan filsaf. (Nasution, 1989: 3; Syaibani,1979:25; dan Hanafi,1996:13)
Mohammad Hatta (1980) memandang pengertian filsafat lebih baik tidak
dibicarakan lebih dulu, sebab nanti, apabila orang telah banyak membaca atau
mempelajari filsafat, orang akan mengerti dengan sendirinya apa filsafat itu,
menurut konotasi filsafat yang ditangkapnya. Filsafat adalah berpikir secara
mendalam, sistematik, radikal, dan universal dalam rangka mencari kebenaran,
inti atau hakikat mengenai segala sesuatu yang ada (Gazalba,1978:316).
Penulis berpendapat “tiada kehidupan tanpa adanya
bahasa, dan tiada sebuah cinta tanpa adanya filsafat”. Bahasa dan filsafat
berjalan berpapasan mengikuti arus sesuai dengan peralihan, dari gelap ke terang,
dari hulu ke muara,begitu seterusnya. Sesorang akan mampu berfilsafat jika
bahasa itu ada, begitu juga sebaliknya seseorang itu akan mampu berbahasa
sesuai dengan hasil penalaran, proses kerja otak dan menghasilkan pengetahuan
yang diolah melalui filsafat. Jadi,
bahasa dan filsafat merupakan dua sejoli yang tidak terpisahkan. Filsafat dan bahasa ibaratkan “dua
sisi mata uang” yang senantiasa bersatu dan tidak terpisahkan. Bahasa tidak hanya sebagai alat komunikasi
untuk mengantarkan proses hubungan antarmanusia, tetapi juga mampu mengubah
seluruh kehidupan manusia, karena merupakan aspek terpenting dari kehidupan
manusia.
Sekelompok manusia atau bangsa yang hidup dalam kurun waktu tertentu tidak
akan bisa bertahan tanpa adanya bahasa dalam bangsa tersebut. Bahasa dalah sine
qua non, suatu yang mesti ada bagi kebudayaan dan masyarakat manusia.Sehingga
setiap orang akan senantiasa melakukan relasi yang erat dengan bahasa.
Bahkan seorang filosofi senantiasa bergantung kepada bahasa, ungkapan
pikiran dan hasil-hasil perenungan filosofis seseorang tidak dapat dilakukan
tanpa bahasa, karena alat paling utama dari filsafat adalah bahasa. Tanpa
bahasa, seorang filosof tidak mungkin bisa mengungkapkan perenungan
kefilsafatannya kepada orang lain. Tanpa bantuan bahasa, seseorang tidak akan
mengerti tentang buah pikiran kefilsafatannya.
Disini penulis memandang bahwa bahasa dan filsafat akan senantiasa
beriringan yang tidak dapat terpisahkan satu sama lainnya.Penulis mengibaratkan
seperti lebah dengan madunya. Keduanya memiliki cinta yang sejati, sebuah cinta
yang tidak mengetengahkan dimiliki dan memiliki. Hal ini karena bahasa pada
hakikatnya merupakan sistem simbol-simbol. Sedangkan tugas filsafat yang utama
adalah mencari jawab dan makna dari seluruh simbol yang menampakkan diri di
alam semesta ini. Bahasa juga adalah alat untuk membongkar seluruh rahasia simbol-simbol
tersebut.
Dari uraian di atas, maka jelaslah bahwa bahasa dan filsafat memiliki
hubungan atau relasi yang sangat erat, dan sekaligus merupakan hukum kausalitas
yang tidak dapat ditolak kehadirannya. Sebab itulah seorang filosof (ahli
filsafat), baik secara langsung maupun tidak, akan senantiasa menjadikan bahasa
sebagai sahabat akrabnya yang tidak akan terpisahkan oleh siapa pun dan dalam
kondisi bagaimanapun. Bahkan akhir-akhir ini “bahasa” telah dijadikan sebagai
objek yang sangat menarik bagi perenungan, pembahasan dan penelitian dunia
filsafat.
Hal ini selain bahasa memiliki daya tarik tersendiri untuk dijadikan objek
penelitian filsafat, ia juga memiliki kelemahan-kelemahan tertentu sehubungan
dengan fungsi dan perannya yang begitu luas dan kompleks. Salah satu
kelemahannya yaitu tidak mengetahui dirinya secara tuntas dan sempurna,
sebagaimana mata tidak dapat melihat dirinya sendiri.
Hakikat Pembelajaran Bahasa Arab
Bahasa adalah
kumpulan kebiasaaan (set of habbits). Argumen dasar dari pendekatn ini
adalah peristiwa pemerolehan bahasa pada seorang anak (iktisab al lughah). Seseorang dapat berbicara dengan menggunakan
bahasa ibu adalah karena ia telah terbiasa dengan bahasa tersebut semenjak
kecil. Ia telah terbiasa mendegar orang sekitar bercakap dengan menggunakan
bunyi-bunyi bahasa ibu, lalu berusaha menirunya. Pada awalnya peniruan tersebut
terasa berat juga tidak tepat, seiring pengulangan-pengulangan, kebiasaan
tertanam, hingga pada akhirnya dapat mengucapkan bunyi bahasa ibu persis
seperti orang dewasa di sekitarnya.
Oleh karena
itu, ketika seorang native speaker berbicara, maka ia hanya akan
memikirkan tentang apa yang mesti dibicarakan. Akan tetapi, bagi seseorang yang
baru saja belajar bahasa Arab, ia harus
berpikir tentang bagaimana cara berbicara, bagaimana mengucapkan fonem secara
benar, bagaimana merangkai kata dan pertanyaan-pertanyaan teknis lainnya. Hal
tersebut terjadi karena ia belum terbiasa terhadap bahasa yang baru
dipelajarinya. Dalam hal ini mesti digaris bawahi bahwa, kebiasaan itu bersifat
spontan, oleh karena itu, para native speaker dapat langsung
berbicara tanpa perlu lagi memikirkan teknik berbicara.
Berdasarkan hal diatas, pengajaran bahasa Arab adalah penanaman kebiasaan
baru. sedangkan belajar bahasa Arab adalah belajar kebiasaan baru. Seorang guru
harus membantu murid untuk mengenali misalnya mufradat-mufradat yang
sama sekali baru dan berbeda dari bahasa yang biasa ia pakai, lalu mencoba
untuk mempraktekkannya. Praktek-praktek tersebut harus dijalankan
secara intensif hingga murid dapat terbiasa hingga mencapai tingkatan yang
kurang lebih sama dengan native speaker. Memperbanyak latihan sangatlah
penting, mengingat latihan-latihan dapat menciptakan kebiasaan.
Seperti halnya
peristiwa pemerolehan bahasa, pengajaran bahasa Arab tahap awal hendaknya berfokus pada kemahiran maharah
al istima’ wal al kalam. Sedangkan penanaman maharah kitabah dan maharah
al qira’ah hendaknya diberlakukan kemudian.
Hakikat pendidikan bahasa Arab bisa kita tinjau dari segi fungsinya yaitu
sebagai alat komunikasi manusia untuk berinteraksi dalam kehidupan sehari
-hari, baik antara individu dengan individu, individu dengan masyrakat maupun
masyarakat dengan bangsa tertentu. Yakni dengan mengkomunikasi dan menyampaikan maksud tertentu dan
mencuruahkan suatu peranan tertentu dengan rasa senang, sedih, duka, dan
gembira kepada orang lain, agar dapat dipahami, dimengerti dan merasakan segala
yang dia alami. (Yusuf , 1995:187)
Maka dapat disimpulkan
disini, karena bahasa merupakan karunia Allah SWT untuk manusia, maka upaya
untuk mengetahuinya merupakan suatu kewajiban dan sekaligus amal saleh. Jika
seorang mampu mengetahui berbagai bahasa, khususnya bahasa Arab yang juga
merupakan bahasa Alqur’an, maka sudah pasti termasuk orang yang mempunyai
banyak pengetahuan. Sebagaimana firman Allah swt dalam Q.S Yusuf ayat 2:
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا
Artinya: Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Qur'an dengan
berbahasa Arab.
Orang yang mempunyai banyak pengetahuan, maka dia termasuk orang yang
beriman, dan Allah swt akan mengangkat derajat orang-orang tersebut. “Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman
di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat, (Q.S Al-Mujadalah:11). Dengan demikian mempelajari bahasa adalah salah
satu bentuk ibadah yang harus kita lakukan.
Metode Pembelajaran Bahasa Arab
Bahasa Arab merupakan bahasa Al-Qur’an, bahasa komunikasi dan
informasi umat Islam. Karena merupakan bahasa peribadatan dalam agama Islam (bahasa
Al-Qur'an), inilah yang menjaga bahasa Arab menjadi bahasa utama hingga lebih
dari 1400 tahun peradaban Islam. Karenanya merupakan bahasa keagamaan bagi umat
seluruh umat islam di dunia yang diperkirakan
jumlahnya lebih dari satu milyar
jiwa atau 20% dari penghuni bumi ini yang menyebar di 60 negara di dunia
(Azhar, 2008:3)
Effendy (2009) berpedapat bahasa
Arab telah memberi banyak kosakata kepada bahasa lain dari dunia Islam, sama
seperti peranan Latin kepada kebanyakan bahasa Eropa. Semasa Abad Pertengahan
bahasa Arab juga merupakan alat utama budaya, terutamanya dalam sains, matematik
adan filsafah, yang menyebabkan banyak bahasa Eropa turut meminjam banyak
kosakata dari bahasa Arab. Sehingga kosakata dalam bahasa arab mufradat
merupakan salah satu unsur bahasa yang harus dikuasai oleh pembelajar bahasa
asing untuk dapat memperoleh kemahiran berkomunikasi dengan bahasa tersebut.
Menurut Bisri Mustofa (2008), macam-macam metode
pembelajaran bahasa Arab adalah sebagai berikut:
a.
Metode Nahwu wa Tarjamah (Grammar and Translation Method)
Metode ini merupakan metode pembelajaran
bahasa asing yang lebih dulu berkembang. Dalam penerapannya metode ini banyak
menekankan pada penggunaan tata bahsa (nahwu) dan praktik penerjemahan
ke bahasa sasarannya. Metode ini sangat populer digunakan dalam pembelajaran
bahasa asing baik di sekolah, pesantren maupun perguruan tinggi.
Adapun ciri-ciri dari metode ini yaitu:
1)
Pertama-pertama siswa mempelajari kaidah-kaidah tata bahasa (nahwu)
dan daftar kosakata dwibahasa yang berkaitan erat dengan pelajaran yang
bersangkutan.
2)
Setelah kaidah-kaidah dan kosa-kata dipelajari, maka petunjuk-petunjuk bagi
penerjemahan latihan-latihan yang mengikuti penjelasan-penjelasan
ketatabahasaan pun diberikan.
3)
Pemahaman terhadap kaidah-kaidah dan bahan bacaan pun diuji melalui
terjemahan.
4)
Bahasa asli (bahasa ibu) dan bahasa sasaran dibandingkan secara konstan.
5)
Sedikitnya kesempatan untuk praktik/latihan menyimak dan berbicara selama
penggunaan metode ini.
b.
Metode Langsung (Thariqah Mubasyarah/Direct Method)
Metode ini lahir sebagai reaksi terhadap
pengggunaan metode nahwu wa tarjamah yang mengajarkan bahasa seperti
bahasa yang mati. Sebelumnya sejak tahun 1850 telah banyak muncul propaganda
yang menyampaikan agar menjadikan pengajaran bahasa asing itu hidup,
menyenangkan dan efektif. Propaganda ini menuntut adanya perubahan yang mendasar
dalam metode metode pengajaran bahasa asing. Sehingga secara cepat lahirlah
metode pembelajaran baru yang disebut dengan metode langsung ini. Ciri-ciri
metode langsung, yaitu:
1)
Mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir dengan bahasa Arab bukan dengan
bahasa ibu siswa
2)
Hendaknya menggunakan bahasa Arab tidak menggunakan lain sebagai media
3)
Percakapan antar siswa menggunakan kosakata dan susunan kalimat sesuai
dengan maksud dan tujuan belajar
4)
Di awal pembelajaran siswa dikondisikan untuk mendegarkan kalimat-kalimat
sempurna dan mempunyai makna yang jelas, sehingga siswa mampu dan mudah
memahaminya.
5)
Nahwu adalah sebagai alat untuk mengatur ungkapan bahasa
6)
Teks bahasa Arab tidak disajikan kepada siswa sebelum mereka mengenal
suara, kosakata serta susunan yang ada di dalamnya.
7)
Penerjemahan dari dan ke bahasa Arab adalah sesuatu yang harus dihindari dalam metode ini.
8)
Guru lebih banyak menggunakan waktunya untuk tanya-jawab dengan siswanya
9)
Sebagian besar waktu pembelajaran digunakan untuk latihan bahasa, seperti imla’.
10)
Metode ini lebih banyak pada pengembangan kemampuan berbicara siswa
dibandingkan dengan kemampuan lain.
c.
Thariqah Sam’iyah Syafawiyah (Audio-Lingual
Method)
Metode ini sebagai respon bagi dua hal penting
pada tahun 50-an dan 60-an, yaitu (1) studi bahasa yang dilakukan oleh ahli
jiwa dan ahli bahasa terhadap bahasa-bahasa lisan Hindia di wilayah Amerika
Serikat, (2) perkembangan sarana komunikasi antar bangsa yang bisa mendekatkan
jarak antara mereka dan adanya kebutuhan mempelajari bahasa asing tidak hanya
digunakan untuk mencari tetapi untuk komunikasi langsung antar mereka.
Kedua hal ini mendorong untuk melihat kembali
fungsi bahasa yang tidak hanya untuk komunikasi bahasa tetapi bahasa sebagai
alat untuk merealisasikan komunikasi lisan. Secara berurutan orang belajar
menyimak dan berbicara, kemudian dilanjutkan belajar komunikasi tertulis
(membaca dan menulis). Pandangan inilah yang kemudian melahirkan metode sam’iyah
syafawiyah (audio-lingual method). Adapun ciri-ciri penggunaan
metode sam’iyah syafawiyah adalah sebagai berikut:
1)
Metode ini berangkat dari gambaran bahwa bahasa adalah seperangkat
simbol-simbol suara yang dikenal oleh anggota masyarakat untuk mengadakan
komunikasi di antara mereka
2)
Dalam metode ini Guru mengajarkan keterampilan dimulai dari istima’,
kalam, qiraah, dan kitabah.
3)
Metode ini didasarkan pada pandangan ahli Antropologi kebudayaan bahwasanya
budaya bukanlah sekedar bentuk seni atau sastra akan tetapi budaya merupakan
gaya hidup yang melingkupi kehidupan suatu kelompok yang berbicara dengan
bahasa mereka.
d. Thariqah Qiraah (Reading Method)
Metode ini lahir dari pemikiran para ahli pengajaran
bahasa asing pada awal abad 20. Teori ini dipelopori oleh beberapa pendidik
Inggris dan Amerika Serikat. West (1926) yang mengajar bahasa Inggris di India,
berpendapat bahwa belajar membaca secara lancar jauh lebih penting bagi
orang-orang India yang belajar bahasa Inggris ketimbang berbicara.
West menganjurkan suatu penekanan pada membaca
buku hanya karena dia menganggap hal itu sebagai keterampilan yang paling
bermanfaat yang harus diperoleh dalam bahasa asing, tetapi karena hal itulah
yang paling mudah, suatu keterampilan dengan nilai tambah yang paling besar
pada siswa pada tahap-tahap awal pembelajaran bahasa.
Ciri-ciri pembelajaran Bahasa Arab dengan metode ini,
yaitu:
1)
Biasanya metode ini memulai dengan memberi latihan sebentar kepada siswa
tentang keterampilan bertutur.
2)
Setelah siswa berlatih membaca mengucapkan beberapa kalimat kemudian mereka
membacanya dalam teks.
3)
Kemudian siswa membaca teks dengan Qiraat jahriyah (membaca dengan
keras), diikuti dengan beberapa pertanyaan seputar teks untuk menguatkan
pemahaman.
4)
Membaca terbagi kpada dua macam, yaitu: membaca intensif dan membaca lepas.
e. Thariqah Ma’rifiyah (Cognitive Code-Learning Theory)
Metode ini mempunyai beberapa istilah,
diantaranya: cognitive code, cognitive theory (cognitive approaches).
Metode ini diinterprestasikan oleh beberapa pakar sebagai teori terjemahan tata
bahasa yang mutakhir dan telah dimodifikasi oleh Carrol (1966) dan oleh pakar
lainnya di interprestasikan sebagai pendekatan ML yang mutakhir dan
diperbaharui oleh Hester (1970) dan Diller (1978). Ciri-ciri khusus
penggunaan metode ini dalam pembelajaran bahasa Arab, yaitu sebagai berikut:
1)
Teori ini berusaha untuk mengenalkan siswa tentang sistem bunyi tata
bahasa, morfologi, dan dalalah Arabiyah sebagai bahasa kedua.
2)
Pelajaran dimulai dengan menjelaskan kaidah dan diikuti dengan membuat
contoh-contoh.
3)
Latihan-latihan bisa dengan berbagai kegiatan kebahasaan dalam kerangka
pengembangan kompetensi komunikasi.
4)
Menggunakan bahasa pembantu pada awal pembelajaran.
5)
Guru melatih siswa untuk membuat kesimpulan, kaidah-kaidah analisis,
penerapan, dsb.
6)
Pembelajaran diawali dengan pemahaman yang mendalam dan diakhiri dengan
latihan serta belajar tarkib.
7)
Langkah-langkah pembelajaran terbatas, dimulai dengan menyajikan materi
baru dan latihan-latihan.
Selain metode di atas, penulis berpendapat metode yang tepat untuk
pembelajaran bahasa Arab adalah dengan menggunakan cooperative learning. Lie (2005:12) cooperative learning merupakan sistem
pengajaran yang memberikan kesempatan kepada anak didik untuk bekerjasama
dengan sesama siswa dalam tugas-tugas terstruktur. Sistem pembelajaran ini lebih dikenal dengan sistem pembelajaran “gotong
royong’’, dalam
sistem pembelajaran ini, guru hanya bertindak sebagai fasilitator. Holubec (dalam Nurhadi, Yasin, dan Senduk,
2004:60) pembelajaran cooperative
learning merupkan pendekatan pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil
siswa untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar dan mencapai tujuan
belajar.
Dengan mengunakan metode tersebut dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemahiran siswa
dalam mempelajari bahasa Arab. Karena dalam metode banyak terdapat keunggulan
dari metode-metode pembelajaran yang ada sebelumnya. Pembelajaran tidak hanya
berpusat pada guru karena guru disini hanya berfungsi sebagai fasilitator.
Sehingga pada akhirnya akan tercapai tujuan pendidikan yang bermakna dan bermatabat,
sesuai dengan tujuan pendidikan Nasional yang membentuk manusia yang beriman,
berakhlak dan berbudi luhur.
Manfaat Pembelajaran Bahasa Arab bagi Pengembangan Ilmu
Filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-ciri mengenai pengetahuan
ilmiah dan cara-cara untuk memperoleh pengetahuan tersebut. (Beerling, 1988:1-4).
Filsafat ilmu erat kaitannya dengan filsafat pengetahuan atau epistemologi,
yang secara umum menyelidiki syarat-syarat serta bentuk-bentuk pengalaman
manusia juga mengenai logika dan metodologi.
Zainuddin (2006), untuk
menetapkan dasar pemahaman tentang filsafat ilmu tesebut, sangat bermanfaat
meyimak empat titik pandangan dalam filsafat ilmu, yaitu:
- Bahwa filsafat ilmu adalah perumusan word-view yang konsisten dengan teori-teori ilmiah yang penting.
- Bahwa filsafat ilmu adalah suatu eksposisi dari presupposition dan pre-disupposition dari para ilmuan.
- Bahwa filsafat ilmu adalah suatu disiplin ilmu yang didalamnya terdapat konsep-konsep dan teori-teori tentang ilmu yang dianalisis dan diklasifikasikan.
- Bahwa filsafat ilmu merupakan suatu patokan pada tingkat kedua
Filsafat ilmu sebagai kelanjutan dari
perkembangan filsafat pegetahuan, adalah juga merupakan cabang filsafat. Ilmu
yang objek sasarannya adaalh ilmu, atau secara populer disebut dengan ilmu tentang ilmu. (Koentowibisono,1988:27)
Fungsi filsafat terhadap bahasa, yaitu:
- Filsafat dalam arti analisis filsafat merupakan salah satu metode yang digunakan oleh para filosof dan ahli filsafat dalam memecahkan, seperti mengenai apakah hakikat bahasa itu, atau pernyataan dan ungkapan bahasa yang bagaimana yang dapat dikategorikan ungkapan bahasa bermakna dan tidak bermakna.
- Filsafat dalam arti pandangan atau aliran tertentu terhadap suatu realitas, misalnya filsafat idealism, rasionalisme, realism, filsafat analitif, Neo-Posotovisme, strukturalisme, posmodernisme, dan sebagainya, akan mewarnai pula pandangan para ahli bahasa dalam mengembangkan teori-teorinya. Aliran filsafat tertentu akan mempengaruhi dan memberikan bentuk serta corak tertentu terhadap teori-teori kebahasaan yang telah dikembangkan para ahli ilmu bahasa atas dasar aliran filsafat tersebut.
- Filsafat juga berfungsi memberi arah agar teori kebahasaan yang telah dikembangkan para ahli ilmu bahasa, yang berdasarkan dan menurut pandangan dan aliran filsafat tertentu, memiliki relevansi dan realitas kehidupan ummat manusia.
- Filsafat termasuk juga filsafat bahasa, juga mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori kebahasan menjadi ilmu bahasa (linguistic) atau ilmu sastra. Suatu teori kebahasaan yang dikembangkan oleh suatu aliran filsafat tertentu, akan menghasilkan forma aliran ilmu bahasa tertentu pula. Hal ini akan sangat bermanfaat bagi pengembangan ilmu kebahasaan secara berkelanjutan.
Bahasa Arab dari segi kebahasaan tidak dapat dipisahkan
dari ‘ilmu al-lughah seperti psikolinguistik, sosiolinguistik,
linguistik terapan, dan linguistik teoritik. Dari segi proses pembelajarannya, bahasa
Arab juga menggunakan ilmu pendidikan lainnya seperti psikologi pendidikan (‘ilm al-nafsi
at-tarbawi), teori-teori pengembangan kurikulum, dan teori-teori pemerolehan
dan pembelajaran bahasa. Selain itu, bahasa Arab juga tidak dapat dipisahkan
dari pemanfaatan media dan teknologi pendidikan, karena perkembangan pendidian bahasa
Arab banyak dipengaruhi dengan berbagai nuansa disiplin ilmu tersebut.
a.
Epsitemologi
Epsitemologi adalah pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan. Ia
merupakan cabang filsafat yang membahas tentang terjadinya pengetahuan, sumber
pengetahuan, asal mula pengetahuan, sarana, metode atau cara memperoleh
pengetahuan, validitas dan kebenaran pengetahuan (ilmiah).
Bahasa
Arab terdiri dari kata-kata atau kumpulan kata (mufradat). Masing-masing
mempunyai makna, yaitu, hubungan abstrak antara kata sebagai lambang dengan
objek atau konsep yang diwakili kumpulan kata atau kosa kata itu oleh ahli
bahasa disusun secara alfabetis, atau menurut urutan abjad, disertai dengan
penjelasan artinya dan kemudian dibukukan menjadi sebuah kamus atau leksikon.
Pada waktu kita berbicara atau menulis, kata-kata yang kita ucapkan atau
kita tulis tidak tersusun begitu saja, melainkan mengikuti aturan yang ada.
Untuk mengungkapkan gagasan, pikiran atau perasaan, kita harus memilihkata-kata
yang tepat dan menyusun kata-kata itu sesuai dengan aturan bahasa Arab.
Seperangkat aturan yang mendasari pemakaian bahasa Arab, atau yang kita gunakan
sebagai pedoman berbahasa inilah yang disebut tata bahasa Arab.
Selain itu, epistemologi keilmuan bahasa Arab secara
metodologis memang relatif sudah mapan, namun jika disinergikan dengan ilmu-ilmu
kontemporer seperti pendidikan, psikologi, sosiologi, antropologi, dsb, maka
peluang untuk pengembangan studi masih sangat terbuka lebar. Bahasa Arab tidak hanya sebagai suatu keilmuan atau kemahiran saja, melainkan juga sebagai ranah kependidikan atau yang lebih tertuju kepada proses transformasi aspek kognisi, afeksi, psikomotorik
dan spiritualisasi, sehingga dalam hal ini
bisa dikatakan bahwa epitemologi bahasa Arab memiliki
pijakan yang kuat baik dari segi pendekatan, teori, metode, strategi, dan model pembelajaran.
b.
Ontologi (objek atau sasaran)
Ontologi merupakan salah satu di antara lapangan-lapangan penyelidikan
kefilsafatan yang paling kuno. Sejak dini dalam pemikiran Barat sudah
menunjukkan munculnya perenungan ontologis. (Zainuddin, 2006) Ontologi membahas
keberadaan sesuatu yang bersifat kongkrit secara kritis. Pemahaman ontologik
meningkatkan pemahaman manusia tentang sifat dasar berbagai benda yang akhimya
akan menentukan pendapat bahkan keyakinannya mengenai apa dan bagaimana (yang)
ada sebagaimana manifestasi kebenaran yang dicarinya. Objek material filsafat
bahasa adalah kefilsafatan atau bahasa yang dipergunakan dalam filsafat.
Sedangkan objek formal filsafat bahasa adalah pandangan filsafati atau tinjauan
secara filsafati.
Bahasa Arab ditinjau secara ontologi merupakan sebuah disiplin ilmu
perpaduan dari berbagai disiplin ilmu yang ada. Dilihat dari segi
substansinnya, bahasa Arab terdapat ilmu nahwu, ilmu sharaf, ilmu balaghah,
fonologi (‘ilm al-ashwat), semantik (ilmu dalalah) dan sebagainya.
c.
Semantikal / Aksiologi (nilai dan fungsi)
Meliputi nilai kegunaan yang bersifat normatif dalam pemberian makna
terhadap kebenaran atau kenyataan yang dijumpai dalam seluruh aspek kehidupan.
Nilai-nilai kegunaan ilmu ini juga wajib dipatuhi seorang ilmuwan, baik dalam
melakukan penelitian maupun di dalam menerapkan ilmu.
Salah satu aspek penting dari bahasa ialah aspek fungsi bahasa. Gunawan W.A. (1989:2) menjelaskan fungsi utama bahasa adalah sebagai
alat komunikasi. Sebab, dengan bahasa sebagai alat komunikasi, bahasa mampu
memberikan kemungkinan yang lebih luas dan kompleks dari pada yang dapat
diperoleh dengan mempergunakan media yang lain. Bahasa Arab jika dipandang dari sisi aksiologi adalah selain berfungsi sebagai alat komunikasi, bahasa Arab juga diharapkan
mampu berperan aktif mencetak tenaga pendidik bahasa Arab yang profesional sehingga mampu berperan
positif dalam lembaga pendidikan dan masyarakat maupun negara.
KESIMPULAN
Allah SWT menciptakan manusia sebagai puncak
kesempurnaan makhluk (ahsanu taqwim), dengan segala kelengkapan jasmani,
rohani dan kemampuan berfikirnya yang membuatnya berbeda dengan makhluk Allah
lainnya, sehingga dengan demikian manusia memiliki tiga keistimewaan dibanding
makhluk lain, yaitu: penguasaan bahasa, kemampuan berpikir, dan kesempurnaan
bentuk ragawi.
Filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang
ciri-ciri mengenai pengetahuan ilmiah dan cara-cara untuk memperoleh
pengetahuan. Filsafat ilmu erat kaitannya
dengan filsafat pengetahuan atau epistemologi, yang secara umum menyelidiki
syarat-syarat serta bentuk-bentuk pengalaman manusia juga mengenai logika dan
metodologi. Bahasa Arab merupakan bahasa Al-Qur’an, bahasa komunikasi dan
informasi umat Islam. Karena merupakan bahasa peribadatan dalam agama Islam
(bahasa Al-Qur'an), inilah yang menjaga bahasa Arab menjadi bahasa utama hingga
lebih dari 1400 tahun peradaban Islam.
Epistemologi keilmuan bahasa Arab secara metodologis tidak
hanya sebagai suatu keilmuan atau kemahiran saja, melainkan juga sebagai ranah kependidikan atau yang lebih tertuju kepada proses transformasi aspek kognisi, afeksi,
psikomotorik dan spiritualisasi.
Bahasa Arab ditinjau secara ontologi merupakan sebuah disiplin ilmu perpaduan
dari berbagai disiplin ilmu yang ada. Dilihat dari segi substansinnya, bahasa
Arab terdapat ilmu nahwu, ilmu sharaf, ilmu balaghah, fonologi (‘ilm
al-ashwat), semantik (ilmu dalalah) dan sebagainya
Sedangkan dipandang
dari sisi aksiologi adalah selain berfungsi sebagai alat komunikasi, bahasa Arab juga diharapkan mampu berperan aktif mencetak tenaga pendidik bahasa Arab yang profesional sehingga mampu berperan
positif dalam lembaga pendidikan dan masyarakat maupun negara.
DAFTAR RUJUKAN
Adidarmodjo, Gunawan Wibisono. 1989. Renda-Renda Bahasa. Bandung : Angkasa
Ali, Yunasril. 1991. Perkembangan Pemikiran Falsafi Dalam Islam. Jakarta : Bumi Aksara.
Al-Syaibani, Omar Muhammad al-Thoumi. 1979. Filsafat Pendidikan Islam Terj. Jakarta: Bulan Bintang.
Anshari, Endang
Saifuddin. 2002. Ilmu, Filsafat
dan Agama. Surabaya: PT.
Bina Ilmu Offset.
Arsyad, Azhar.
2002. Bahasa Arab dan Metode Pengajarannya. Makasar: Pustaka Belajar.
Beerling. 1988. Filsafat Dewasa Ini.
Hasan Amin. Jakarta: Balai Pustaka.
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Daeng, Hans J. 2000. Manusia, Kebudayaan dan Lingkungan Tinjauaan Antropologis.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset
Effendy, Ahmad
Fuad. 2009. Metodologi Pengajaran Bahasa Arab. Malang: Misykat
Gazalba, Sidi. 1978. Asas Kebudayaan Islam.
Jakarta: Bulan Bintang.
Hanafi, Ahmad. 1996. Pengantar Filsafat Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Hidayat, Asep Ahmad. 2006. Filsafat Bahasa: mengungkapkan Hakikat
Bahasa, Makna, dan Tanda. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Koentowibisono. 1988. Beberapa Hal Tentang
Filsafat Ilmu: Sebuah Sketsa Umum Sebagai Pengantar untuk Memahami Hakikat Ilmu
dan Kemungkinan Pembangunannya. Jogjakarta: IKIP.
Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Lie,
Anita. 2005. Cooperative Learning. Jakarta: Gramedia Widiasarana
Indonesia
Ma’luf , Louis.
1986. Al-Munjid fi
al-Lughoh wa al-A’lam. Beirut : Dar al-Masyriq.
Nasution. Harun 1989. Falsafat Agama. Jakarta: PT. Bulan Bintang
Nurhadi, Yasin,
Burhan, dan Senduk, Agus Gerrad. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Pembelajarannya
dalam KBK. Malang: UM Press
Pangabean,
Maruli. 1981. Bahasa Pengaruh dan Peranannya. Jakarta: Gramedia.
Rahardjo,
Mudjia. 2006. Bahasa,
Pemikiran Dan Peradaban (Telaah Filsafat Pengetahuan dan Sosiolinguistik). Disampaikan pada Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam
Bidang Ilmu Sosiolinguistik Fakultas Humbud
UIN Maliki Malang.
Saefudin, A.M. 1998. Desekularisasi Pemikiran :
Landasan Islamisasi. Bandung : Mizan.
Santoso, Kusno
Budi.1990. Problematika
Bahasa Indonesia. Bandung:
Angkasa
Setiawan,
Conny R. dkk. 2004. Dimensi Kreatif
Dalam Filsafat Ilmu.
Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
Syamsuddin,
A.R. 1986. Sanggar Bahasa Indonesia. Jakarta: Universitas Terbuka Jakarta
Walija. 1996. Bahasa
Indonesia dalam Perbincangan. Jakarta: IKIP Muhammadiyah Jakarta Press.
Wibowo, Wahyu.
2001. Manajemen Bahasa. Jakarta: Gramedia
Yusuf , Tayar dan Syaiful Anwar. 1995. Metode Pengajaran Agama Dan Bahasa Arab.. Jakarta : P.T Raja Grafindo Persada.
Zainuddin. 2006. Filsafat Ilmu Perspektif
Pemikiran Islam. Jogjakara: Naila Pustaka
Izin Copy ya! Makasih, sangat membantu.
BalasHapus